Aku

Photobucket
Selamat Datang di Hana Envo

Jumat, 12 Maret 2010

sEkilas inFo...

-..,.,.,.,.,.,.,.,.,.,.,.,.^_^

(mari Kita pOsting beRita yang Lumayan Lamee k’ Blog Syari Envo09..tapi kage terlalu jugeee).Hhoooo”;

kawand-Kwan mungkin udah Baca atau udah tao informasi Tentang Kunjungan Kerja Menteri Negara Lingkngan Hidup di Banjarmasin, bertepatan Bulan November 2009 (maaF aku lupa tanggal nya).

-…,.,.,.,.. To Do Point aja -> sIlahkan baca selengkapnya.

Di awal masa jabatannya sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup, MENLH melakukan kunjungan kerja ke Kota Banjarmasin dan Banjarbaru. Melalui kunjungan kerja ini diharapkan menjadi dorongan bagi para pemegang keputusan di Propinsi Kalimantan Selatan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di daerahnya. Adanya kecenderungan penurunan kualitas lingkungan di Propinsi Kalimantan Selatan menuntut keseriusan dalam mengupayakan perbaikan lingkungan. Perangkat hukum berupa Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah disahkan akan menjadi modal dasar dalam menegakkan pengaturan bagi pelanggaran pengelolaan lingkungan hidup.

Permasalahan lingkungan di Propinsi Kalimantan Selatan selama 15 tahun terakhir menunjukkan kondisi yang cukup memprihatinkan, kerusakan hutan, pencemaran air dan pencemaran udara semakin tidak terkendali. Tingkat laju kerusakan hutan akibat alih fungsi lahan, perambahan dan kebakaran hutan dalam periode 2003 – 2007 mencapai 1,174 juta hektar per tahun. Kerusakan ini mengakibatkan menurunnya kemampuan tangkapan air di daerah aliran sungai. Akibatnya longsor dan banjir di Kalimantan Selatan semakin sering terjadi dan di tahun 2007 tercatat 32 kali bencana banjir. Sementara penurunan fungsi dan daya guna sungai banyak disebabkan oleh aktivitas domestik, industri serta usaha skala kecil.

Dalam rangka penanganan permasalahan di atas, di Propinsi Kalimantan Selatan telah dilakukan berbagai program yaitu ADIPURA, PROKASIH, PROPER, Program Langit Biru. dan bantuan terhadap Usaha Skala Kecil. Kegiatan program-program tersebut diimplementasikan dalam bentuk pengawasan kinerja Pemerintah Kota dalam pengelolaan sampah, pengawasan kinerja pengelolaan lingkungan industri, pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Industri Batik Sasirangan skala kecil, Pembangunan TPS-3R sampah serta Pembangunan IPAL Domestik Komunal.

Pada tahun yang akan datang akan dilakukan pembangunan pengelolaan air limbah industri tahu di Banjar Baru, evaluasi kualitas udara perkotaan sebagai bagian dari Program Langit Biru, dan pembangunan TPA Basirih yang berwawasan lingkungan melalui Program Co-Benefit. Kunjungan kerja Menteri Negara LH dilakukan untuk memastikan kegiatan diatas telah berjalan sesuai harapan, sehingga terjadi penurunan tingkat pencemaran dan peningkatan kualitas lingkungan sebagaimana yang diharapkan.

Berikut ini informasi singkat kegiatan yang dilaksanakan di Banjarmasin dan Banjarbaru:

1. PROPER

Jumlah perusahaan yang menjadi peserta PROPER di Kalimantan Selatan sebanyak 17 perusahaan dengan jenis usaha dari sektor agroindustri adalah kayu lapis, karet dan kelapa sawit serta sektor pertambangan dan migas. Tingkat ketaatan agroindustri yang dapat dicapai pada pelaksanaan tahun 2008 sebesar 40% sementara dari sektor pertambangan dan migas sebesar 77,8%. Bila dilihat dari laju penurunan beban di sektor agroindustri maka untuk industri kayu lapis dengan bahan organik BOD sebesar 103,45 kg per tahun, beban pencemaran COD sebesar 265,06 kg per tahun dan beban pencemaran TSS sebesar 157,33 kg per tahun (Grafik 1. dibawah). Dari sektor pertambangan dan migas penurunan beban pencemaran TSS sebesar 41.664,274 kg per tahun.

2. PROKASIH DAN PENGELOLAAN SAMPAH

Dalam dua tahun terakhir, Banjarmasin telah dijadikan pilot project untuk pelaksanaan Program Kali Bersih (PROKASIH) berbasis kewilayahan. Pada tahun 2008 sebanyak 11 perusahaan sebagai peserta PROKASIH dan di tahun 2009 terdapat 20 perusahaan baru yang terlibat dalam PROKASIH. Evaluasi pelaksanaan kegiatan ini menunjukkan tingkat ketaatan yang dicapai sebesar 10%.

Untuk mengupayakan penurunan air limbah dan mengurangi jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA, pada saat ini melalui PROKASIH dibangun 1 unit IPAL Komunal di Rumah Susun Sewa dengan target penurunan beban pencemaran sebesar 20%. Sedangkan melalui pembangunan TPS 3R di Perumahan Angsana, Pasar Antasari dan Sungai Lulut, maka jumlah sampah yang berhasil di reduksi di kota Banjarmasin mencapai rata-rata 12 m3 per hari yang dapat menghasilkan sekitar 0,8-1 ton kompos. Kompos yang dihasilkan tersebut jika dijual dengan harga Rp. 500/kg, maka nilainya setara Rp 500,000,- dalam sehari. Sedangkan untuk pengomposan skala rumah tangga di Komplek Mahligai, dicapai pengurangan sampah sebanyak 50%. Keberhasilan tersebut dicapai karena masyarakat telah berhasil memilah sampah dan melakukukan pengomposan skala rumah tangga. Sebagai bentuk apresiasi atas komitmen Pemerintah Kota Banjarmasin dalam melakukan pengolahan sampah, Kementerian Negara Lingkungan Hidup memberikan bantuan 2 (dua) unit sepeda motor sampah untuk mempercepat dan mempermudah pengangkutan sampah dari rumah-rumah ke lokasi pengomposan.

3. ADIPURA

Kota Banjarmasin merupakan kota peserta Program Adipura yang masuk dalam kategori Kota Besar yang hingga saat ini belum menerima Anugerah Adipura, namun pada tahun 2009 Kota Banjarmasin mendapatkan penghargaan Piagam Adipura dengan perolehan nilai P1 yaitu 61.52 dan P2 yaitu 64.82. Ruang Terbuka Hijau Kota Banjarmasin yang meliputi hutan kota dan taman kota memiliki luas 202,9 Ha, luasan ini baru mencapai 3 % dari luas wilayah administrasi kota Banjarmasin. Berikut ini merupakan grafik nilai ADIPURA Kota Banjarmasin.

Untuk dapat mencapai nilai batas perolehan penghargaan Adipura diperlukan komitmen dan kerja keras dari seluruh jajaran pemerintah kota Banjarmasin dan masyarakatnya khususnya di lokasi-lokasi yang masih mendapat penilaian kurang, seperti Pasar, Pertokoan, Pelabuhan Penumpang, Perairan Terbuka (termasuk drainase) dan TPA.

4. Bantuan Usaha Skala Kecil

Dalam rangka menunjang kegiatan PROKASIH telah dibangun IPAL Plasma Kain Sasirangan di Desa Seberang Mesjid yang berkapasitas 1 m3 per jam yang berasal dari proses produksi 15 pengusaha. Bantuan bagi usaha skala kecil ini diharapkan dapat mengurangi beban bahan pencemar sebesar 90% dibandingkan apabila tidak dilakukan pengolahan. Dengan demikian kualitas air limbah yang dihasilkan dapat memenuhi standar baku mutu air limbah yang telah ditetapkan.

Pada tahun 2010 akan dibangun Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Tahu dengan kapasitas 30 m3 per hari (Gambar 5). IPAL ini akan mengolah air limbah dari 2 industri dengan kapasitas produksi 2 ton kedelai per hari. Target penurunan metan dan CO2 yang akan direalisasikan masing-masing sebesar 59 kg per hari dan 1470 kg per hari.

5. CO-BENEFIT

Pendekatan keuntungan bersama (Co-Benefit) merupakan pendekatan yang dilakukan melalui integrasi pengendalian pencemaran dengan pengurangan emisi gas rumah kaca. Kegiatan ini dilakukan atas dasar kerjasama Pemerintah Indonesia. Kementerian Negara Lingkungan Hidup Indonesia dengan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang. Pelaksanaan Co-Benefit dimulai pada pertengahan tahun 2007 yang diawali dengan pra studi kelayakan dan disepakati 2 kota sebagai lokasi percontohan yaitu Kota Banjarmasin dan Kota Palembang. Pada tahun 2009 ditindaklanjuti dengan studi kelayakan terhadap target potensial di kedua kota tersebut dimana Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Banjarmasin dan Rumah Potong Hewan (RPH) akan menjadi lokasi percontohan Co-Benefit.

6. PENANAMAN POHON

Bekerja sama dengan Departemen Kehutanan Pemerintah Kota Banjarmasin melakukan kegiatan penanaman pohon dengan tujuan untuk menambah keteduhan dan keindahan kota disamping untuk mengurangi polusi udara terutama akibat pencemaran kendaraan bermotor dan kegiatan industri. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Banjarmasin sebesar 30% dari luasan kota masih belum terpenuhi dimana RTH yang tersedia pada saat ini baru 3%. Penanaman pohon di RTH Kamboja seluas 3 hektar akan dihijaukan dengan 10 ribu tanaman yang terdiri dari tanaman buah-buahan langka dan tanaman langka. Selain itu Taman anggrek juga akan menjadi bagian dari kegiatan penghijauan di kota Banjarmasin.

7. Program LANGIT BiRU

Pada kunjungan kerja ini MENLH akan meresmikan uji emisi yang pertama kali dilakukan di Kota Banjarmasin terhadap sekitar 450 kendaraan bermotor, dan pada tahun depan, akan dilakukan evaluasi kualitas udara perkotaan .

Dari ke-empat pilar Program Langit Biru yaitu baku mutu emisi, bahan bakar bersih, pemeriksaan emisi, perawatan kendaraan bermotor (P&P) dan manajemen transportasi, maka upaya yang melibatkan peran serta masyarakat dalam mengurangi pencemaran udara adalah pemeriksaan emisi dan perawatan kendaraan bermotor. Hal ini sejalan dengan amanat UU PPLH dan juga UU LLAJ bahwa setiap kendaraan harus memenuhi ambang batas emisi.

PENCEMARAN AIR

PENCEMARAN AIR Oleh:

Hijratus Syaripah

H1E109011

Air merupakan komponen sumber daya alam yang sangat penting. Air harus dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Penggunaan air untuk berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana juga harus dengan memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan masa depan.

Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan disuatu tempat penampungan air, seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Pencemaran air terjadi apabila dalam air terdapat berbagai macam zat atau kondisi (misal Panas) yang dapat menurunkan standar kualitas air yang telah ditentukan, sehingga tidak dapat digunakan untuk kebutuhan tertentu. Suatu sumber air dikatakan tercemar tidak hanya karena tercampur dengan zat / bahan pencemar, akan tetapi apabila air tersebut tidak sesuai dengan fungsi dan kebutuhan tertentu, misalnya untuk keperluan rumah tangga belum tentu dapat dikatakan tercemar untuk keperluan lain. Dengan demikian standar kualitas air untuk setiap keperluan akan berbeda, bergantung pada penggunaan air tersebut, untuk keperluan rumah tangga berbeda dengan standar kualitas air untuk keperluan lain seperti untuk keperluan pertanian, irigasi, pembangkit tenaga listrik dan keperluan industri. Dengan demikian tentunya parameter yang digunakan pun akan berbeda pula.

• Sumber penyebab terjadinya Pencemaran Air

Ada beberapa penyebab terjadinya pencemaran air antara lain apabila air terkontaminasi dengan bahan pencemar air seperti sampah rumah tangga, sampah lembah industri, sisa-sisa pupuk atau pestisida dari daerah pertanian, limbah rumah sakit, limbah kotoran ternak, partikulat-partikulat padat hasil kebakaran hutan dan gunung berapi yang meletus atau endapan hasil erosi tempat-tempat yang dilaluinya.

Bahan Pencemar air

Pada dasarnya Bahan Pencemar Air dapat dikelompokkan menjadi:

1. Sampah yang dalam proses penguraiannya memerlukan oksigen yaitu sampah yang mengandung senyawa organik, misalnya sampah industri makanan, sampah industri gula tebu, sampah rumah tangga (sisa-sisa makanan), kotoran manusia dan kotoran hewan, tumbuh-tumbuhan dan hewan yang mati.

2. Bahan pencemar penyebab terjadinya penyakit, yaitu bahan pencemar yang mengandung virus dan bakteri misal bakteri coli yang dapat menyebabkan penyakit saluran pencernaan (disentri, kolera, diare, types) atau penyakit kulit. Bahan pencemar ini berasal dari limbah rumah tangga, limbah rumah sakit atau dari kotoran hewan/manusia.
3. Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), garam-garam anorganik. Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh seperti ginjal, hati, limpa saluran pencernaan lainnya sehingga mengganggu fungsi organ tubuh tersebut.

4. Bahan pencemar organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yaitu senyawa organik berasal dari pestisida, herbisida, polimer seperti plastik, deterjen, serat sintetis, limbah industri dan limbah minyak. Bahan pencemar ini tidak dapat dimusnahkan oleh mikroorganisme, sehingga akan menggunung dimana-mana dan dapat mengganggu kehidupan dan kesejahteraan makhluk hidup.

5. Bahan pencemar berupa makanan tumbuh-tumbuhan seperti senyawa nitrat, senyawa fosfat dapat menyebabkan tumbuhnya alga (ganggang) dengan pesat sehingga menutupi permukaan air. Selain itu akan mengganggu ekosistem air, mematikan ikan dan organisme dalam air, karena kadar oksigen dan sinar matahari berkurang. Hal ini disebabkan oksigen dan sinar matahari yang diperlukan organisme dalam air (kehidupan akuatik) terhalangi dan tidak dapat masuk ke dalam air.
6. Bahan pencemar berupa zat radioaktif, dapat menyebabkan penyakit kanker, merusak sel dan jaringan tubuh lainnya. Bahan pencemar ini berasal dari limbah PLTN dan dari percobaan-percobaan nuklir lainnya.

7. Bahan pencemar berupa endapan/sedimen seperti tanah dan lumpur akibat erosi pada tepi sungai atau partikulat-partikulat padat/lahar yang disemburkan oleh gunung berapi yang meletus, menyebabkan air menjadi keruh, masuknya sinar matahari berkurang, dan air kurang mampu mengasimilasi sampah.

8.Bahan pencemar berupa kondisi (misalnya panas), berasal dari limbah pembangkit tenaga listrik atau limbah industri yang menggunakan air sebagai pendingin. Bahan pencemar panas ini menyebabkan suhu air meningkat tidak sesuai untuk kehidupan akuatik (organisme, ikan dan tanaman dalam air). Tanaman, ikan dan organisme yang mati ini akan terurai menjadi senyawa-senyawa organik. Untuk proses penguraian senyawa organik ini memerlukan oksigen, sehingga terjadi penurunan kadar oksigen dalam air.

Secara garis besar bahan pencemar air tersebut di atas dapat dikelompokkan menjadi:
1. Bahan pencemar organik, baik yang dapat mengalami penguraian oleh mikroorganisme maupun yang tidak dapat mengalami penguraian.

2. Bahan pencemar anorganik, dapat berupa logam-logam berat, mineral (garam- garam anorganik seperti sulfat, fosfat, halogenida, nitrat)

3. Bahan pencemar berupa sedimen/endapan tanah atau lumpur.

4. Bahan pencemar berupa zat radioaktif

5. Bahan pencemar berupa panas


Sesuai dengan bahan pencemar yang terdapat dalam sumber air, maka parameter yang biasa digunakan untuk mengetahui standar kualitas air pun berdasarkan pada bahan pencemar yang mungkin ada, antara lain dapat dilihat dari:

1. warna, bau, dan/atau rasa dari air.

2. Sifat-sifat senyawa anorganik (pH, daya hantar spesifik, daya larut oksigen, daya larut garam-garam dan adanya logam-logam berat).

3. Adanya senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam sumber air (misal CHCl3, fenol, pestisida, hidrokarbon).

4. Keradioaktifan misal sinar ß.

5. Sifat bakteriologi (misal bakteri coli, kolera, disentri, typhus dan masih banyak lagi).

( Ditulis oleh Achmad Lutfi pada 12-03-2009)

• Pengaruh Pencemaran Air terhadap Kehidupan Akuatik, Hewan dan Tumbuh

tumbuhan Darat dan Tubuh Manusia

Pengaruh pencemaran air terhadap kehidupan akuatik

Banyak macam makhluk yang hidup dalam air antara lain bermacam-macam ikan, buaya, penyu, katak, mikroorganisme, ganggang, tanaman air dan lumut. Kesemuanya termasuk dalam kehidupan akuatik. Apabila sumber air tempat kehidupan akuatik tercemar, maka siklus makanan dalam air terganggu dan ekosistem air/kehidupan akuatik akan terganggu pula. Misal organisme yang kecil/lemah seperti plankton banyak yang mati karena banyak keracunan bahan tercemar, ikan-ikan kecil pemakan plankton banyak yang mati karena kekurangan makanan, demikian pula ikan-ikan yang lebih besar pemakan ikan-ikan kecil bila kekurangan makanan akan mati.
Kehidupan akuatik dapat pula terganggu karena:

a) Perairan kekurangan kadar oksigen atau sinar matahari yang disebabkan air menjadi keruh oleh pencemaran tanah/lumpur.

b) Permukaan perairan tertutup oleh lapisan bahan pencemar minyak atau busa deterjen, sehingga sinar matahari dan oksigen yang diperlukan untuk kehidupan akuatik tidak dapat menembus permukaan air masuk ke dalam air.

c) Berkurang/habisnya kadar oksigen dalam proses pengairan bahan pencemar senyawa organik.

d) Permukaan air tertutup oleh tanaman air seperti enceng gondo sebagai bahan pencemar yang tumbuh subur oleh adanya bahan pencemar berupa makanan penyubur tanaman seperti senyawa-senyawa fosfat, nitrat.

e) Peningkatan suhu air karena adanya bahan pencemar panas dari industri-industri yang menggunakan air sebagai pendingin, atau sebagai air bangunan dari pembangkit tenaga listrik.

Pengaruh pencemaran air terhadap hewan, tumbuh-tumbuhan dan tubuh manusia

Diantara sekian banyak bahan pencemar air ada yang beracun dan berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Telah anda pelajari bahwa bahan pencemar air antara lain ada yang berupa logam-logam berat seperti arsen (As), kadmium (Cd), berilium (Be), Boron (B), tembaga (Cu), fluor (F), timbal (Pb), air raksa (Hg), selenium (Se), seng (Zn). Ada juga yang berupa oksida-oksida karbon (CO dan CO2), oksidaoksida nitrogen (NO dan NO2), oksida-oksida belerang (SO2 dan SO3), H2S, asam sianida (HCN), senyawa/ion klorida, partikulat padat seperti asbes, tanah/lumpur, senyawa hidrokarbon seperti metana, dan heksana. Bahan-bahan pencemar ini terdapat dalam air, ada yang berupa larutan ada pula yang berupa partikulat-partikulat, yang masuk melalui bahan makanan yang terbawa ke dalam pencernaan atau melalui kulit.

Bahan pencemar unsur-unsur di atas terdapat dalam air di alam ataupun dalam air limbah. Walaupun unsur-unsur diatas dalam jumlah kecil esensial/diperlukan dalam makanan hewan maupun tumbuh-tumbuhan, akan tetapi apabila jumlahnya banyak akan bersifat racun, contoh tembaga (Cu), seng (Zn) dan selenium (Se) dan molibdium esensial untuk tanaman tetapi bersifat racun untuk hewan.


Air merupakan kebutuhan primer bagi kehidupan di muka bumi terutama bagi manusia. Oleh karena itu apabila air yang akan digunakan mengandung bahan pencemar akan mengganggu kesehatan manusia, menyebabkan keracunan bahkan sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian apabila bahan pencemar itu tersebut menumpuk dalam jaringan tubuh manusia. Bahan pencemar yang menumpuk dalam jaringan organ tubuh dapat meracuni organ tubuh tersebut, sehingga organ tubuh tidak dapat berfungsi lagi dan dapat menyebabkan kesehatan terganggu bahkan dapat sampai meninggal.

Selain bahan pencemar air seperti tersebut di atas ada juga bahan pencemar berupa bibit penyakit (bakteri/virus) misalnya bakteri coli, disentri, kolera, typhus, para typhus, lever, diare dan bermacam-macam penyakit kulit. Bahan pencemar ini terbawa air permukaan seperti air sungai dari buangan air rumah tangga, air buangan rumah sakit, yang membawa kotoran manusia atau kotoran hewan. (Diposkan oleh Hopeless di 11:45 )

http://www.blogpribadi.com/2009/07/zat-pencemar-air.html

Penanggulangan terjadinya pencemaran air

Untuk mencegah terjadinya pencemaran air, baiknya kita tidak menambah terjadinya bahan pencemar antara lain tidak membuang sampah rumah tangga, sampah rumah sakit, sampah/limbah industri secara sembarangan, tidak membuang ke dalam air sungai, danau ataupun ke dalam selokan. Proses pencegahan harus dimulai dari diri sendiri. Kesadaran masyarakat dalam hal ini patut diperhatikan. Langkah kecil sebagai mahasiswa yang dapat kita ambil adalah dimulai dari lingkungan paling kecil, misalnya rumah sendiri. Kita dapat menjaga selokan juga tidak membuang sampah atau menggunakan barang-barang yang mengandung kimia seperti detergen misalnya. Walau kita seorang mahasiswa, kita harus menunjukkan kepedulian kita terhadap air. Proses pencegahan terjadinya pencemaran lebih baik daripada proses penanggulangan. Lebih baik mencegah daripada memperbaiki. Maka dari itu, kalau masih mau merasakan kesegaran air, jagalah air kita dari sekarang sebelum terlambat. ^_^ ;

Kebijakan Menteri Lingkungan Hidup

Tugas 4 Kimlink oleh

Hijratus Syaripah

H1E109011

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

NOMOR 2 TAHUN 2006

TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN

PENCEMARAN AIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

Menimbang :

a. bahwa air sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, perlu dikelola dan dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat sebagai sumber dan penunjang kehidupan;

b. bahwa dalam upaya menjaga kualitas air agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, perlu dikelola dan ditanggulangi kerusakannya melalui pengelolaan dan pengendalian pencemaran air;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomar 15 Tahun 1956 jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang TataPengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 mNomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3445)

11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3838);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3952 );

13. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4161 );

14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2000 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 Nomor 13);

15. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 Nomor 14);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

dan

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

SELATAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.

2. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.

3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur

penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

4. Bupati adalah Bupati se-Kalimantan Selatan.

5. Walikota adalah Walikota se-Kalimantan Selatan.

6. Instansi yang membidangi Lingkungan Hidup adalah Perangkat Daerah Provinsi

Kalimantan Selatan yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian lingkungan

hidup.

7. Air adalah semua air yang terdapat di atas, dan di bawah permukaan tanah, kecuali

air, laut dan air fosil.

8. Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan

atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun

sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan

peruntukannya.

9. Sumber Air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,

termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan

muara.

10. Pengelolaan Kualitas Air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam

kondisi alamiahnya.

11. Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur, dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Perundangundangan yang berlaku.

12. Kelas Air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak, untuk dimanfaatkan

bagi peruntukan tertentu.

13. Kriteria Mutu Air adalah tolak ukur mutu air untuk setiap kelas air.

14. Status Mutu Air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar

atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu, dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.

15. Mutu Air Sasaran adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dan atau upaya lainnya dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

16. Daya Tampung Beban Pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,

untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar.

17. Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan.

18. Air Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.

19. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi,

atau komponen yang ada bagi zat atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.

20. Limbah Cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha dan atau

kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan.

21. Limbah Rumah Tangga adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan dari rumah tangga.

22. Instalasi Pengolah Air Limbah yang selanjutnya disebut IPAL adalah instalasi

pengolah air limbah yang berfungsi untuk mengolah air limbah-limbah cair yang

diharapkan menghasilkan effluent sesuai dengan baku mutu air yang diizinkan.

BAB II

WEWENANG

Pasal 2

(1) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :

a. mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota;

b. menyusun rencana pendayagunaan air sesuai fungsi ekonomis, ekologis, nilainilai

agama dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat;

c. merencanakan potensi pemanfaatan air, pencadangan air berdasarkan

ketersediaannya baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis;

(2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :

a. sumber air lintas Kabupaten / Kota;

b. menetapkan daya tampung beban pencemaran;

c. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran;

d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah untuk aplikasi pada tanah;

e. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;

f. memantau kualitas air pada sumber air;

g. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 3

Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang berhak :

a. mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik;

b. mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta

pengendalian pencemaran air;

c. berperan serta dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

Pasal 4

Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang wajib :

a. mencegah dan mengendalikan terjadinya pencemaran air;

b. memulihkan kualitas air akibat pencemaran;

c. melakukan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya air.

Pasal 5

Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan wajib memberikan informasi yang

benar dan akurat mengenai pelaksanaan pengelolaan kualiatas air dan pengendalian

pencemaran air.

Pasal 6

Pemerintah Daerah wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

BAB IV

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI

Pasal 7

Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi sumber air, Gubernur melalui instansi terkait menetapkan pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber

pencemaran.

Pasal 8

(1) Hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disampaikan kepada Gubernur paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.

(2) Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menetapkan pedoman pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

BAB V

PENGELOLAAN KUALITAS AIR

Bagian Pertama

Klasifikasi Mutu Air

Pasal 9

(1) Klasifikasi Mutu Air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana / sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan dengan kegunaan tersebut;

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

(2) Kriteria mutu air dari tiap kelas peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundangundangan.

Pasal 10

(1) Peruntukan air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,

digunakan sebagai dasar untuk penetapan baku mutu air dengan prioritas

pemanfaatan :

a. air minum;

b. air untuk kebutuhan rumah tangga;

c. air untuk peternakan, pertanian, dan perkebunan;

d. air untuk industri;

e. air untuk irigasi;

f. air untuk pertambangan;

g. air untuk usaha perkotaan;

h. air untuk kepentingan lainnya.

(2) Urutan peruntukan pemanfaatan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

berubah dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan kondisi setempat.

Bagian Kedua

Baku Mutu Air

Pasal 11

(1) Air pada semua mata air dan pada sumber air yang berada pada kawasan lindung,

harus dilindungi mutunya agar tidak menurun kualitasnya yang disebabkan oleh kegiatan manusia.

(2) Kriteria mutu air sesuai rencana pendayagunaan air didasarkan pada hasil

pengkajian peruntukan air.

(3) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada pedoman yang

ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Pemantauna Kualitas Air

Pasal 12

Pemantauan kualitas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah

Kabupaten / Kota dalam satu Provinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi dan

dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota.

Bagian Keempat

Status Mutu Air

Pasal 13

(1) Status mutu air ditentukan dengan cara membandingkan mutu air dengan baku mutu

air.

(2) Status mutu air dinyatakan :

a. cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;

b. baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.

(3) Tingkat status mutu air dilakukan dengan perhitungan tertentu yang ditetapkan

sesuai Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Kelima

Pengujian Kualitas Air

Pasal 14

(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah di akreditasi untuk

melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian

pencemaran air.

(2) Pengujian kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara

periodik dan terus-menerus serta pada kondisi tertentu.

(3) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk menteri.

Pasal 15

Gubernur menetapkan laboratoriumrujukan di tingkat Provinsi untuk melakukan analisis

mutu air dan mutu air limbah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.

BAB VI

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Bagian Pertama

Perlindungan Kualitas Air

Pasal 16

(1) Perlindungan kualitas air dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas air dan sumber

air terhadap kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan alam.

(2) Perlindungan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh

instansi yang berwenang.

Bagian Kedua

Pencegahan Pencemaran Air

Pasal 17

Pencegahan pencemaran air merupakan upaya untukmenjaga agar kualitas air pada

sumber air tetap dapat dipertahankansesuai baku mutu air yang ditetapkan dan atau upaya

peningkatan mutu air pada sumber air.

Bagian Ketiga

Penanggulangan Pencemaran Air

Pasal 18

Penanggulangan pencemaran air dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya pencemaran pada sumber air melalui pengendalian debit air pada sumber air dan melokalisasi sumber pencemaran pada sumber air.

Bagian Keempat

Pemulihan Kualitas Air

Pasal 19

(1) Pemulihan kualitas air merupakan upaya mengembalikan atau meningkatkan mutu

air sesuai mutu air sebelum terjadinya pencemaran pada sumber air.

(2) Kegiatan pemulihan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

melalui :

a. pengendalian debit pada sumber air;

b. penggelontoran;

c. pembersihan sumber air dan lingkungan sekitarnya.

Bagian Kelima

Daya Tampung Beban Pencemaran Air

Pasal 20

(1) Gubernur sesuai kewenangannya menetapkan daya tampung pencemaran pada sumber air.

(2) Penetapan daya tampung dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dana, sumber daya manusia, ilmu pengetahuan serta teknologi.

(3) Daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.

(4) Dalam hal daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum ditetapkan sesuai ketentuan pada ayat (3), penentuan persyaratan pembuangan air limbah ke sumber air ditetapkan berdasarkan baku mutu air yang telah ditetapkan pada sumber air yang bersangkutan.

Bagian Keenam

Baku Mutu Air Limbah

Pasal 21

(1) Dalam rangka pengamanan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air agar

tidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu air limbah.

(2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 22

(1) Masuknya suatu unsur pencemaran ke dalam sumber-sumber air yang tidak jelas

tempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu air limbah, dikendalikan pada faktor penyebabnya.

(2) Perhitungan beban pencemaran masing-masing kegiatan ditentukan dengan mengukur kadar parameter pencemar dan volume air limbah yang bersangkutan.

Bagian Ketujuh

Baku Mutu Air Sasaran

Pasal 23

(1) Dalam rangka peningkatan mutu air pada sumber air perlu ditetapkan baku mutu air

sasaran.

(2) Baku mutu air sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan agar mutu air pada sumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya.

(3) Peningkatan mutu air sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terus

ditingkatkan secara terhadap sampai mencapai kualitas baku mutu yang baik.

BAB VII

PERSYARATAN PERIZINAN

Pasal 24

(1) Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan air limbah ke sumber-sumber

air yang melintasi Kabupaten / Kota dan berpotensi menimbulkan dampak pada sumber air harus mendapat izin dari Bupati / Walikota setelah berkoordinasi dengan Gubernur.

(2) Syarat-syarat perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. peta lokasi pembuangan air limbah skala 1 : 5.000;

b. membuat bangunan saluran pembuangan air limbah melalui IPAL, sarana bak kontrol untuk memudahkan;

c. konstruksi bangunan dan saluran pembuangan air limbah wajib mengikuti petunjuk teknis yang diberikan oleh Instansi Teknis;

d. mengolah limbah cair sampai kepada batas syarat baku mutu yang telah ditentukan, sebelum dibuang ke sumber-sumber air;

e. memberikan izin kepada pengawas untuk memasuki lingkungan usaha atau kegiatan dalam melaksanakan tugasnya guna memeriksa peralatan pengolah limbah beserta kelengkapannya;

f. wajib menyampaikan laporan kepada Gubernur melalui Kepala Bapedalda tentang mutu limbah cair setiap 1 (satu) bulan sekali dari hasil laboratorium lingkungan yang ditunjuk;

g. menanggung biaya pengambilan contoh dan pemeriksaan kualitas mutu air limbah yang dilakukan oleh pengawas secara berkala serta biaya penanggulangan dan pemulihan yang disebabkan oleh pencemaran air akibat usaha / kegiatannya;

h. persyaratan khusus yang ditetapkan untuk masing-masing usaha kegiatan yang membuang air limbah ke sumber-sumber air atau media lingkungan lainnya.

(3) Bupati / Walikota dapat menetapkan persyaratan lain yang sesuai dengan

kewenangannya.

BAB VIII

PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMANTAUAN

Bagian Pertama Pembinaan

Pasal 25

(1) Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan kepada

penanggungjawab usaha atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

(2) Pemerintah Provinsi melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.

(3) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dapat dilakukan dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.

(4) Pembangunan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat

dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Pengawasan dan Pemantauan

Pasal 26

(1) Gubernur melakukan pengawasan dan pemantauan mutu air pada sumber air dan

sumber pencemaran.

(2) Dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Gubernur dapat menunjuk instansi yang tugas dan fungsinya membidangi masalah lingkungan hidup atau pengendalian dampak lingkungan.

(3) Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pemantauan melibatkan Pemerintah Kabupaten / Kota, dan instansi

terkait lainnya.

Pasal 27

Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan pada sumber air sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26 ayat (1), dilakukan oleh instansi terkait meliputi :

a. pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air;

b. pengumpulan dan evaluasi data yang berhubungan dengan pencemaran air;

c. evaluasi laporan tentang pembuangan air limbah dan analisisnya yang dilakukan oleh

penanggungjawab kegiatan;

d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.

Pasal 28

Pelaksana tugas pengawasan dan pemantauan kualitas air limbah pada sumber

pencemaran, dilakukan oleh instansi terkait sesuai kewenangannya meliputi :

a. memeriksa kondisi peralatan pengolahan dan atau peralatan lain yang diperlukan

untuk mencegah pencemaran lingkungan ;

b. mengambil contoh air limbah pada sumber pencemaran ;

c. meminta keterangan yang diperlukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas air

limbah yang dibuang termasuk proses pengolahannya ;

d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.

BAB IX

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 29

(1) Setiap orang mempunyai peran yang sama untuk mendapatkan air dengan tetap

memperhatikan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian.

(2) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air dan mencegah serta

menanggulangi pencemaran air.

(3) Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upaya peningkatan mutu air pada sumber-sumber air dengan penyampaian informasi dan memberikan saran dan atau pendapat.

BAB X

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 30

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan dalam 20 dan Pasal 21, Gubernur berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.

BAB XI

PEMBIAYAAN

Pasal 31

(1) Pembiayaan pengendalian pencemaran air dan sumber-sumber air akibat usaha dan atau kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan.

(2) Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan dimaksud pada ayat (1) diatur

oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

(3) Dalam keadaan force majeure, Pemerintah Daerah dapat menyediakan pembiayaan

untuk penanggulangannya sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.

BAB XII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 32

Barang siapa melakukan kegiatan dan atau tindakan yang mengakibatkan pencemaran

dan atau kerusakan lingkungan hidup, dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

BAB XIV

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 33

Pemerintah Provinsi dapat menetapkan Peraturan Daerah Provinsi untuk mengatur :

a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota ;

b. baku mutu air yang lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);

c. baku mutu air limbah daerah, dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu

limbah nasional.

BAB XV

KETENTUAN PEMELIHARAAN

Pasal 34

(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati / Walikota.

(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air dari Bupati / Walikota.

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35

Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 36

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

Ditetapkan di Banjarmasin

Pada tanggal : 15 Maret 2006

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

H . RUDY ARIFFIN

Diundangkan di Banjarmasin

Pada tanggal 15 Maret 2006

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI

KALIMANTAN SELATAN,

H. M. MUCHLIS GAFURI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2006

NOMOR 2 SERI E NOMOR SERI 1

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

I. UMUM

Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Agar air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan maka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air di Provinsi Kalimantan Selatan menjadi hal yang

sangat penting.

Kegiatan pembangunan yang makin meningkat membawa dampak terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi kehidupan tidak dapat mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini juga berpengaruh terhadap keberadaan sumber daya air dengan menurunnya mutu air sebagai akibat terjadinya pencemaran air oleh adanya usaha atau kegiatan pembangunan yang membuang limbah cairnya ke sumbersumber air. Pencemaran lingkungan dan atau pencemaran air pada akhirnya akan menjadi beban masyarakat banyak atau merupakan beban sosial, yang nantinya masyarakat dan pemerintah pula harus menanggung beban pemulihannya. Keadaan ini mendorong diperlukannya upaya pengendalian pencemaran air, sehingga resiko yang diterima dapat ditekan sekecil mungkin.

Upaya pengendalian pencemaran air tidak dapat dilepaskan dari tindakan pengawasan dan pematuhan agar ketentuan-ketentuan yang telah diatur bisa ditaati. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum yan mengatur, dimana dicantumkan secara tegas kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha / kegiatan sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam ikut memelihara kelestarian sumber-sumber air, sesuai dengan tanggungjawabnya.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Yang dimaksud dengan pengelolaan kualitas air adalah pengelolaan kualitas air yang dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap

dalam kondisi alamiahnya yang dilakukan pada :

a. sumber air yang terdapat didalam hutan lindung ;

b. mata air yang terdapat diluar hutan lindung ;

c. akuifer air tanah dalam.

Yang dimaksud dengan pengendalian pencemaran air adalah pengendalian pencemaran air yang dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penaggulangan pencematan air serta pemulihan kulalitas air yang dilakukan diluar :

a. sumber air yang terdapat didalam hutan lindung ;

b. mata air yang terdapat diluar hutan lundung ;

c. akuifer air tanah dalam.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Dalam pengendalian, selain melibatkan instansi terkait dapat pula melibatkan masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan, Perusahaan Daerah Air Minum, dan konsultan masalah air.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Pengambilan contoh untuk kepentingan pengusaha, biayanya dibebankan kepada pengusaha yang bersangkutan dan dibayarkan ke laboratorium. Apabila hasilnya meragukan instansi yang berwenang yang mengendalikan dampak lingkungan dapat melakukan pengambilan contoh sendiri dengan biaya APBD.

Huruf g

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas.

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Dalam pengawasa dan pemantauan, disamping instansi-instansi terkait juga melibatkan masyarakat khususnya yang tergabung dalam LSM lingkungan hidup.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Pengambilan contoh untuk kepentingan pengusaha biayanya dibebankan kepada pengusaha yang bersangkutan dan dibayarkan ke laboratorium. Apabila hasil tersebut meragukan, instansi yang berwenang yang mengendalikan dampak lingkungan dapat melakukan pengambilan contoh sendiri dengan biaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang bersangkutan force majeure adalah suatu keadaan terpaksa

(darurat).

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.