Senin, 22 Februari 2010
tugas individu tidak resmi kimia lingkungan 21 februari 2010
NIM : H1E109011
PRODI : TEKNIK LINGKUNGAN
TANGGAL : 21 FEBRUARI 2010
I. Pengertian dan Konversi Satuan
1.PPM
PPM adalah ‘part per million’ bisa dalam volume (ppm volume) atau massa/berat (ppm mass/weight), yaitu satuan kadar atau konsentrasi. umumnya diartikan sebagai ppm volume.
ppm = ( Conc-mg/m3 ) ( 24.45 )
BM
sebaliknya :
mg/m3 = ( Conc-ppm ) ( BM )
24.45
dimana :
BM : Berat Molekul Zat
• Konversi ppm ke gram
ppm = part per million ( bagian per juta). Kadar a ppm artinya dalam 1 kg mengandung a miligram, karena 1 kg = 1 juta miligram. Kadar 200 ppm artinya dalam 1 kg sampel mengandung 200 miligram zat yang dimaksud, atau dalam satuan gram, 200 mg = 0,2 gram( 1 gram = 1000 miligram)
Berat kimia yang harus ditambahkan ke dalam satu unit volume water to give one part per million (ppm) air untuk memberikan satu bagian per juta (ppm)
2.72 pounds per acre-foot £ 2,72 per acre-kaki = 1 ppm = 1 ppm
1,233 grams per acre-foot 1.233 gram per hektar kaki = 1 ppm = 1 ppm
1.233 kilograms per acre-foot 1,233 kilogram per hektar-kaki = 1 ppm = 1 ppm
0.0283 grams per cubic foot 0,0283 gram per kubik kaki = 1 ppm = 1 ppm
0.0000624 pounds per cubic foot 0.0000624 pound per kubik kaki = 1 ppm = 1 ppm
0.0038 grams per US gallon 0,0038 gram per US galon = 1 ppm = 1 ppm
0.058419 grains per US gallon 0.058419 butir per US galon = 1 ppm = 1 ppm
0.07016 grains per Imperial gallon 0,07016 butir per Imperial galon = 1 ppm = 1 ppm
1 milligram per litre 1 miligram per liter = 1 ppm = 1 ppm
1 microlitre ( µL ) per litre 1 microlitre (μL) per liter = 1 ppm = 1 ppm
0.001 gram per litre 0,001 gram per liter = 1 ppm = 1 ppm
8.345 pounds per million gallons of water £ 8,345 per juta galon air = 1 ppm = 1 ppm
2. PPB
1 PPB = 1 / 1000 PM = 1 Mikrogram kilogram.
Satuan Berat digambar sebagai miligram per liter (mg / l atau mg / L).
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.simetric.co.uk/si_ppm.htm. Diakses 20 Februari 2010 (11:08)
II. Diklorodifeniltrikloroetana (DDT)
DDT diproduksi secara massal pada tahun 1939, setelah seorang kimiawan bernama Paul Herman Moller menemukan dengan dosis kecil dari DDT maka hampir semua jenis serangga dapat dibunuh dengan cara mengganggu sistem saraf mereka. Pada waktu itu, DDT dianggap sebagai alternatif murah dan aman sebagai jenis insektisida bila dibandingkan dengan senyawa insektisida lainnya yang berbasis arsenik dan raksa. Sayangnya, tidak seorangpun yang menyadari kerusakan lingkungan yang meluas akibat pemakaian DDT.
Sebagai suatu senyawa kimia yang persisten, DDT tidak mudah terdegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Ketika DDT memasuki rantai makanan, ini memiliki waktu paruh hingga delapan tahun, yang berarti setengah dari dosis DDT yang terkonsumsi baru akan terdegradasi setelah delapan tahun. Ketika tercerna oleh hewan, DDT akan terakumulasi dalam jaringan lemak dan dalam hati. Karena konsentrasi DDT meningkat saat ia bergerak ke atas dalam rantai makanan, hewan predator lah yang mengalami ancaman paling berbahaya. Populasi dari bald eagle dan elang peregrine menurun drastis karena DDT menyebabkan mereka menghasilkan telur dengan cangkang yang tipis dimana telur ini tidak akan bertahan pada masa inkubasi. Singa laut di lepas pantai California akan mengalami keguguran janin setelah memakan ikan yang terkontaminasi.
Seperti yang terlihat pada diagram, DDT (diklorodifeniltrikloroetana) adalah senyawa hidrokarbon terklorinasi. Tiap heksagon dari struktur ini terdapat gugus fenil (C6H5-) yang memiliki atom klor yang mengganti satu atom hidrogen. Namun, perubahan kecil pada struktur molekularnya dapat membuat hidrokarbon terklorinasi ini aktif secara kimia.
Dengan memanipulasi molekul DDT dalam cara ini, kimiawan berharap untuk mengembangkan suatu insektisida yang efektif namun ramah lingkungan, dimana senyawa in akan mudah terdegradasi. Namun disaat bersamaan, para peneliti sedang menyelidiki cara lain untuk mengkontrol populasi nyamuk. Salah satu caranya adalah penggunaan senyawa menyerupai hormon yang menyebabkan nyamuk mati kelaparan, hingga dapat mengurangi populasinya hingga dapat mengurangi penyebaran malaria.
Pada bulan Juli 1998, perwakilan dari 120 negara bertemu untuk membahas suatu pakta Persatuan Bangsa Bangsa untuk melarang penggunaan DDT sebagai insektisida dan 11 bahan kimia lainnya secara global pada tahun 2000. Amerika Serikat dan negara-negara industri lain menyetujui pelarangan ini karena bahan-bahan kimia ini adalah senyawa kimia yang persisten dimana senyawa-senyawa ini dapat terakumulasi dan merusak ekosistem alami dan memasuki rantai makanan manusia. Namun banyak negara tidak setuju dengan pelarangan DDT secara global karena DDT digunakan untuk mengkontrol nyamuk penyebab malaria. Malaria timbul di 90 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab kematian dalam jumlah besar terutama daerah ekuatorial Afrika. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa 2.5 juta orang tewas setiap tahun akibat malaria dan ini kian terjadi di berbagai belahan dunia. Namun karena DDT begitu efektif dalam mengontrol nyamuk penyebab malaria, banyak ahli berpikir bahwa insektisida menyelamatkan lebih banyak jiwa dibandingkan bahan kimia lainnya.
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/ancaman_ddt_di_abad_21/.diakses
20 Februari 2010 (10:51)
DDT adalah kependekan dari “deflagration to detonation transition”, yaitu proses perubahan dari deflagrasi (subsonic combustion) ke detonasi (supersonic combustion). Proses perubahan ini sangat menarik untuk dipelajari karena merupakan key point dari proses lahirnya detonasi.
Dengan mengasusmsikan dalam sebuat pipa yang panjang, (katakanlah meter dan kedua ujungnya diberi simbol A dan B) campuran bahan bakar hidrogen dan udara ada didalamnnya dalam kondisi campuran stoichiometrik. Kemudian salah satu ujung dari pipa tersebut (misal A) disulut dengan sumber api, maka proses pembakaran akan terjadi dan merampat dari dari point A ke point B.Proses perambatan pembakaran (reaksi kimia) tentu semakin jauh dari titik A akan semakin cepat. Prosesnya akan dimulai dari heat release (pelepasan kalor) dari sumber api ke campuran bahan bakar dan udara (selanjutnya disebut premix). Pelepasan heat realese tersebut akan meningkatkan temperatur premix disekitar sumber api hingga temperatur yang dapat memacu reaksi dari premix itu sendiri (auto-ignition mechanism). Reaksi kimia dari premix tersebut awalnya dalam kondisi laminar (laminar flame) dan dengan bertambahnya kecepatan akan berubah menjadi turbulent (turbulent flame) dimana flame front (muka api) tidak murni planar (rata) lagi.
Dengan bertambahnya kecepatan reaksi hingga mendekati kecepatan suara, flame front akan berfungsi seperti piston yang mengkompresi udara didepannya, sehingga blast wave akan terbentu didepan flame front itu sendiri. Blast wave ini sendiri masih belum stabil secara termodinamika. Timbulnya blast wave di depan flame front akan menyebabkan tekanan dan temperatur premix dibelakang blast wave itu sendiri akan meningkat. Peningkatan temperatur dan tekanan premix di belakang blast wave akan proses pembakaran berlangsung lebih cepat lagi, hingga mampu mendekati blast wave dalam order waktu yang sangat dekat (di bawah 1 microsecond (kurang dari 1/sejuta detik)). Pada saat itulah detonation terjadi dan kecepatan reaksi akan lebih dari kecepatan suara. Proses perbuhanan dari pembakaran dari subsonic ke sonic akan ditandai dengan timbunya suara yang keras akibat dari proses pelepasan kalor yang luar biasa besarnya. Cirilain adalah timbunya overdriven dari detonation secara seaat yang mengasilkan tekanan yang luar biasa tingginya. Tekanan overdriven tersebut mampu mencapi 3 kali lipat dari detonasi yang stabil atau mampu mencapai 60 x lipat dari tekanan awal premix. Proses dari DDT ini akan menyebabkan pipa pecah krn tidak mampu menahan tekanan overdriven detonasi.
October 18th, 2007 – 11:45 am Tagged as: Detonation
http://jayan.net/2007/10/18/ddt/. diakses 20 Februari 2010 (10:58)
DDT (dari nama sepele, Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane) adalah salah satu yang dikenal pestisida sintetis. Ini merupakan bahan kimia yang panjang, unik, dan sejarah kontroversial. Synthesized pertama di 1874, DDT's insecticidal properti tidak ditemukan sampai 1939. Dalam paruh kedua Perang Dunia II, telah digunakan dengan dampak yang luar biasa di antara kedua-dua penduduk sipil dan militer untuk mengendalikan penyebaran nyamuk malaria dan kutu transmisi tipus, mengakibatkan penurunan dramatis dalam insiden kedua penyakit. Swiss chemist Paul Hermann Müller dari Geigy Pharmaceutical dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Physiology Pengobatan atau di 1948 "untuk penemuan tingginya efisiensi DDT sebagai racun kontak terhadap beberapa arthropods." Setelah perang, DDT telah tersedia untuk digunakan sebagai insektisida pertanian, dan segera produksinya dan menggunakan skyrocketed.
Pada tahun 1962, Silent Spring oleh American biologi Rachel Carson telah diterbitkan. Buku di katalog lingkungan dampak dari sembarangan penyemprotan DDT di Amerika Serikat dan pertanggungjawaban logika melepaskannya dari banyak bahan kimia ke dalam lingkungan tanpa sepenuhnya pemahaman mereka terhadap ekologi atau kesehatan manusia. Buku yang disarankan DDT dan pestisida dapat menyebabkan kanker dan pertanian yang mereka gunakan merupakan ancaman bagi satwa liar, terutama burung. Publikasi-nya adalah salah satu tanda tangan dalam peristiwa kelahiran gerakan lingkungan hidup. Diam Spring menghasilkan besar masyarakat yang gaduh akhirnya menyebabkan paling pantas atas DDT yang dilarang di AS pada 1972. DDT kemudian dilarang digunakan untuk pertanian di seluruh dunia di bawah Konvensi Stockholm, namun terbatas dalam menggunakan penyakit vector kontrol terus hari ini di beberapa belahan dunia dan tetap kontroversial.
Seiring dengan petikan dari Endangered Species Act, Amerika Serikat pada ban DDT adalah dikutip oleh para ilmuwan sebagai faktor utama dalam cerdas dari bald eagle berdampingan di Amerika Serikat.
• Properti dan kimia
DDT adalah insektisida organochlorine, mirip dalam struktur ke dicofol dan pestisida methoxychlor. Ini adalah sangat hydrophobic, warna, kristal kuat dengan yang lemah, bau kimia. Yg tdk dpt ia hampir dalam air tetapi kelarutan yang baik di sebagian besar larutan organik, Fats, dan minyak. DDT tidak terjadi secara alami, namun yang dihasilkan oleh reaksi dari khloral (CCl3CHO) dengan chlorobenzene (C6H5Cl) di hadapan sulfuric acid, yang bertindak sebagai katalisator. DDT nama dagang yang telah dipasarkan di bawah termasuk Anofex, Cezarex, Chlorophenothane, Clofenotane, Dicophane, Dinocide, Gesarol, Guesapon, Guesarol, Gyron, Ixodex, Neocid, Neocidol, dan Zerdane.
•. Isomers dan terkait Compounds
DDT komersial sebenarnya campuran dari beberapa erat kaitannya compounds. Komponen utama (77%) adalah p, p isomer yang digambarkan di atas artikel ini. , O, p 'isomer (digambarkan di sebelah kanan) juga hadir dalam jumlah yang signifikan (15%). Dichlorodiphenyldichloroethylene (DDE) dan dichlorodiphenyldichloroethane (es) membentuk keseimbangan. DDD DDE dan juga yang besar dan metabolites kemogokan produk DDT di lingkungan. [3] Istilah "total DDT" sering digunakan untuk merujuk kepada jumlah semua terkait DDT compounds (p, p-DDT, o, p - DDT, DDE, dan pakaian) dalam sampel.
• Mekanisme aksi
DDT adalah racun cukupan, dengan tikus LD50 dari 113 mg / kg. [12] Hal ini berpengaruh insecticidal properti, dimana kills membuka saluran ion sodium di neurons, sehingga mereka ke api yang mengarah ke spasms spontan dan akhirnya mati. Serangga tertentu dengan mutations di saluran sodium gene yang tahan terhadap DDT dan insektisida sejenis lainnya. DDT tahan juga conferred oleh up-peraturan mengekspresikan gen cytochrome P450 dalam beberapa jenis serangga.
•Sejarah
Komersial produk yang mengandung 5% DDT Synthesized pertama di 1874 oleh Othmar Zeidler, [3] DDT's insecticidal properti tidak ditemukan sampai 1939 oleh ilmuwan Swiss Paul Hermann Müller, yang merupakan penghargaan Nobel 1948 di Physiology
http://en.wikipedia.org/wiki/DDT. diakses 20 Februari 2010 (10:56)
DDT dan PCB dilarang begitu konvensi Stockholm Diratifikasi
Mengerikan sekali memang, ketika semua perangkat disekitar kita banyak yang menggunakan sistem elektrik (serta otomatik) terdapat dampak samping yang cukup besar dan sangat membahayakan bagi kita semua. Ketika semua perihal kehidupan bersentuhan langsung dengan teknologi dan modernisasi (serta globalisasi). Kita selalu menginginkan yang cepat, instan dan tampa memikirkan efek samping terhadap tubuh kita, lingkungan sekitar kita maupun kelestarian alam secara umum. Saat ini, berdasarkan Konvensi Stockhol tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten terdapat 12 bahan pencemar organik yang diidentifikasi sulit terurai (persistent organic pollutants/POPs) dan dilarang di seluruh negara peratifikasi, delapan di antaranya masuk kategori pestisida yang berbahaya bagi kelestarian lingkungan. Dua bahan kimia industri, PCB dan HCB, serta dua bahan lainnya terbentuk melalui proses bersuhu tinggi, dioksin dan furan.
Salah satu konsekuensi ratifikasi konvensi yang patut ditindaklanjuti pemerintah adalah ketersediaan bahan pengganti POPs, di antaranya PCB untuk keperluan industri elektronik dan DDT yang banyak digunakan sebagai pestisida.”Bahan pengganti untuk pestisida sudah banyak pilihannya. Namun, pengganti bahan di sektor industri seperti baja belum bisa Indonesia hasilkan sendiri,” kata Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman. Konsekuensinya, impor bahan pengganti dari negara lain. Salah satu kewajiban sebagai negara peratifikasi adalah membayar iuran sebesar 10.000 dollar Amerika Serikat per tahun.
http://nanangov.wordpress.com/2009/02/20/pcb-dan-ddt-dilarang-begitu-konvensi-stockholm-diratifikasi/. diakses 20 Februari 2010 (10:59)
DDT (from its trivial name, dichlorodiphenyltrichloroethane) is one of the most well-known.
IUPAC name[hide]
1,1,1-trichloro-2,2-di(4-chlorophenyl)ethane
http://en.wikipedia.org/wiki/DDT. diakses 20 Februari 2010 (10:52)
III. Penyebab Pemanasan Global (selain “Efek Rumah Kaca”).
Sejak dikenalnya ilmu mengenai iklim, para ilmuwan telah mempelajari bahwa ternyata iklim di Bumi selalu berubah. Dari studi tentang jaman es di masa lalu menunjukkan bahwa iklim bisa berubah dengan sendirinya, dan berubah secara radikal. Apa penyebabnya? Meteor jatuh? Variasi panas Matahari? Gunung meletus yang menyebabkan awan asap? Perubahan arah angin akibat perubahan struktur muka Bumi dan arus laut? Atau karena komposisi udara yang berubah? Atau sebab yang lain? Sampai baru pada abad 19, maka studi mengenai iklim mulai mengetahui tentang kandungan gas yang berada di atmosfer, disebut sebagai gas rumah kaca, yang bisa mempengaruhi iklim di Bumi. Apa itu gas rumah kaca?
Sebetulnya yang dikenal sebagai ‘gas rumah kaca’, adalah suatu efek, dimana molekul-molekul yang ada di atmosfer kita bersifat seperti memberi efek rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri, seharusnya merupakan efek yang alamiah untuk menjaga temperatur permukaaan Bumi berada pada temperatur normal, sekitar 30°C, atau kalau tidak, maka tentu saja tidak akan ada kehidupan di muka Bumi ini. Pada sekitar tahun 1820, bapak Fourier menemukan bahwa atmosfer itu sangat bisa diterobos (permeable) oleh cahaya Matahari yang masuk ke permukaan Bumi, tetapi tidak semua cahaya yang dipancarkan ke permukaan Bumi itu bisa dipantulkan keluar, radiasi merah-infra yang seharusnya terpantul terjebak, dengan demikian maka atmosfer Bumi menjebak panas (prinsip rumah kaca). Tiga puluh tahun kemudian, bapak Tyndall menemukan bahwa tipe-tipe gas yang menjebak panas tersebut terutama adalah karbon-dioksida dan uap air, dan molekul-molekul tersebut yang akhirnya dinamai sebagai gas rumah kaca, seperti yang kita kenal sekarang. Arrhenius kemudian memperlihatkan bahwa jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatgandakan, maka peningkatan temperatur permukaan menjadi sangat signifikan.
Semenjak penemuan Fourier, Tyndall dan Arrhenius tersebut, ilmuwan semakin memahami bagaimana gas rumah kaca menyerap radiasi, memungkinkan membuat perhitungan yang lebih baik untuk menghubungkan konsentrasi gas rumah kaca dan peningkatan Temperatur. Jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatduakan saja, maka temperatur bisa meningkat sampai 1°C. Tetapi, atmosfer tidaklah sesederhana model perhitungan tersebut, kenyataannya peningkatan temperatur bisa lebih dari 1°C karena ada faktor-faktor seperti, sebut saja, perubahan jumlah awan, pemantulan panas yang berbeda antara daratan dan lautan, perubahan kandungan uap air di udara, perubahan permukaan Bumi, baik karena pembukaan lahan, perubahan permukaan, atau sebab-sebab yang lain, alami maupun karena perbuatan manusia. Bukti-bukti yang ada menunjukkan, atmosfer yang ada menjadi lebih panas, dengan atmosfer menyimpan lebih banyak uap air, dan menyimpan lebih banyak panas, memperkuat pemanasan dari perhitungan standar.
Sejak tahun 2001, studi-studi mengenai dinamika iklim global menunjukkan bahwa paling tidak, dunia telah mengalami pemanasan lebih dari 3°C semenjak jaman pra-industri, itu saja jika bisa menekan konsentrasi gas rumah kaca supaya stabil pada 430 ppm CO2e (ppm = part per million = per satu juta ekivalen CO2 - yang menyatakan rasio jumlah molekul gas CO2 per satu juta udara kering). Yang pasti, sejak 1900, maka Bumi telah mengalami pemanasan sebesar 0,7°C. Lalu, jika memang terjadi pemanasan, sebagaimana disebut; yang kemudian dikenal sebagai pemanasan global, (atau dalam istilah populer bahasa Inggris, kita sebut sebagai Global Warming): Apakah merupakan fenomena alam yang tidak terhindarkan? Atau ada suatu sebab yang signfikan, sehingga menjadi ‘populer’ seperti sekarang ini? Apakah karena Al Gore dengan filmnya “An Inconvenient Truth” yang mempopulerkan global warming? Tentunya tidak sesederhana itu. Perlu kerja-sama internasional untuk bisa mengatakan bahwa memang manusia-lah yang menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global. Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tahun 2007, menunjukkan bahwa secara rata-rata global aktivitas manusia semenjak 1750 menyebabkan adanya pemanasan. Perubahan kelimpahan gas rumah kaca dan aerosol akibat radiasi Matahari dan keseluruhan permukaan Bumi mempengaruhi keseimbangan energi sistem iklim. Dalam besaran yang dinyatakan sebagai Radiative Forcing sebagai alat ukur apakah iklim global menjadi panas atau dingin (warna merah menyatakan nilai positif atau menyebabkan menjadi lebih hangat, dan biru kebalikannya), maka ditemukan bahwa akibat kegiatan manusia-lah (antropogenik) yang menjadi pendorong utama terjadinya pemanasan global (Gb.1).
Hasil perhitungan perkiraan agen pendorong terjadinya pemanasan global dan mekanismenya (kolom satu), berdasarkan pengaruh radiasi (Radiative Forcing), dalam satuan Watt/m^2, untuk sumber antropogenik dan sumber yang lain, tanda merah dan nilai positif dari kolom dua dan tiga berarti sumbangan pada pemanasan, sedangkan biru adalah efek kebalikannya. Kolom empat menyatakan dampak pada skala geografi, sedangkan kolom kelima menyatakan tingkat pemahaman ilmiah (Level of Scientific Understanding), Sumber: Laporan IPCC, 2007. Hasil perhitungan perkiraan agen pendorong terjadinya pemanasan global dan mekanismenya (kolom satu), berdasarkan pengaruh radiasi (Radiative Forcing), dalam satuan Watt/m^2, untuk sumber antropogenik dan sumber yang lain, tanda merah dan nilai positif dari kolom dua dan tiga berarti sumbangan pada pemanasan, sedangkan biru adalah efek kebalikannya. Kolom empat menyatakan dampak pada skala geografi, sedangkan kolom kelima menyatakan tingkat pemahaman ilmiah (Level of Scientific Understanding), Sumber: Laporan IPCC, 2007. Terlihat bahwa karbon-dioksida adalah penyumbang utama gas kaca. Dari masa pra-industri yang sebesar 280 ppm menjadi 379 ppm pada tahun 2005. Angka ini melebihi angka alamiah dari studi perubahan iklim dari masa lalu (paleoklimatologi), dimana selama 650 ribu tahun hanya terjadi peningkatan dari 180-300 ppm. Terutama dalam dasawarsa terakhir (1995-2005), tercatat peningkatan konsentrasi karbon-dioksida terbesar pertahun (1,9 ppm per tahun), jauh lebih besar dari pengukuran atmosfer pada tahun 1960, (1.4 ppm per tahun), kendati masih terdapat variasi tahun per tahun. Sumber terutama peningkatan konsentrasi karbon-dioksida adalah penggunaan bahan bakar fosil, ditambah pengaruh perubahan permukaan tanah (pembukaan lahan, penebangan hutan, pembakaran hutan, mencairnya es). Peningkatan konsentrasi metana (CH4), dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) di jaman pra-industri menjadi 1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Ini melebihi angka yang berubah secara alamiah selama 650 ribu tahun (320 - 790 ppb). Sumber utama peningkatan metana pertanian dan penggunaan bahan bakar fosil. Konsentrasi nitro-oksida (N2O) dari 270 ppb - 319 ppb pada 2005. Seperti juga penyumbang emisi yang lain, sumber utamanya adalah manusia dari agrikultural. Kombinasi ketiga komponen utama tersebut menjadi penyumbang terbesar pada pemanasan global. Kontribusi antropogenik pada aerosol(sulfat, karbon organik, karbon hitam, nitrat and debu) memberikan efek mendinginkan, tetapi efeknya masih tidak dominan dibanding terjadinya pemanasan, disamping ketidakpastian perhitungan yang masih sangat besar. Demikian juga dengan perubahan ozon troposper akibat proses kimia pembentukan ozon (nitrogen oksida, karbon monoksida dan hidrokarbon) berkontribusi pada pemanasan global.
Kemampuan pemantulan cahaya Matahari (albedo), akibat perubahan permukaan Bumi dan deposisi aerosol karbon hitam dari salju, mengakibatkan perubahan yang bervariasi, dari pendinginan sampai pemanasan. Perubahan dari pancaran sinar Matahari (solar irradiance) tidaklah memberi kontribusi yang besar pada pemanasan global.
Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa memang manusia yang berperanan bagi nasibnya sendiri, karena pemanasan global terjadi akibat perbuatan manusia sendiri. Lalu bagaimana dampak Global Warming bagi kehidupan? Alur waktu prediksi dan dampak dari perspektif sains dapat dibaca pada bagian kedua tulisan ini.
sumber : langitselatan.com
http://globalwarming.blogdetik.com/tag/arti/. diakses 20 Februari 2010 (11.17)
Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
• Penyebab Pemanasan Global.
1. Efek Rumah Kaca.
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
2. Efek Umpan Balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif. Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
3.Variasi Matahari
Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
4. Perternakan (konsumsi Daging)
Dalam laporan terbaru, Fourth Assessment Report, yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), satu badan PBB yang terdiri dari 1.300 ilmuwan dari seluruh dunia, terungkap bahwa 90% aktivitas manusia selama 250 tahun terakhir inilah yang membuat planet kita semakin panas. Sejak Revolusi Industri, tingkat karbon dioksida beranjak naik mulai dari 280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun terakhir. Tidak main-main, peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer Bumi itu tertinggi sejak 650.000 tahun terakhir!
IPCC juga menyimpulkan bahwa 90% gas rumah kaca yang dihasilkan manusia, seperti karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida, khususnya selama 50 tahun ini, telah secara drastis menaikkan suhu Bumi. Sebelum masa industri, aktivitas manusia tidak banyak mengeluarkan gas rumah kaca, tetapi pertambahan penduduk, pembabatan hutan, industri peternakan, dan penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer bertambah banyak dan menyumbang pada pemanasan global.
Penelitian yang telah dilakukan para ahli selama beberapa dekade terakhir ini menunjukkan bahwa ternyata makin panasnya planet bumi dan berubahnya sistem iklim di bumi terkait langsung dengan gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.
Khusus untuk mengawasi sebab dan dampak yang dihasilkan oleh pemanasan global, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membentuk sebuah kelompok peneliti yang disebut dengan Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim atau disebut International Panel on Climate Change (IPCC). Setiap beberapa tahun sekali, ribuan ahli dan peneliti-peneliti terbaik dunia yang tergabung dalam IPCC mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan penemuan-penemuan terbaru yang berhubungan dengan pemanasan global, dan membuat kesimpulan dari laporan dan penemuan- penemuan baru yang berhasil dikumpulkan, kemudian membuat persetujuan untuk solusi dari masalah tersebut .
Salah satu hal pertama yang mereka temukan adalah bahwa beberapa jenis gas rumah kaca bertanggung jawab langsung terhadap pemanasan yang kita alami, dan manusialah kontributor terbesar dari terciptanya gas-gas rumah kaca tersebut. Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh peternakan, pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, pembangkit tenaga listrik, serta pembabatan hutan.
Tetapi, menurut Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan yang diterbitkan pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa, "industri peternakan adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%), jumlah ini lebih banyak dari gabungan emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). " Hampir seperlima (20 persen) dari emisi karbon berasal dari peternakan. Jumlah ini melampaui jumlah emisi gabungan yang berasal dari semua kendaraan di dunia!
Sektor peternakan telah menyumbang 9 persen karbon dioksida, 37 persen gas metana (mempunyai efek pemanasan 72 kali lebih kuat dari CO2 dalam jangka 20 tahun, dan 23 kali dalam jangka 100 tahun), serta 65 persen dinitrogen oksida (mempunyai efek pemanasan 296 kali lebih lebih kuat dari CO2). Peternakan juga menimbulkan 64 persen amonia yang dihasilkan karena campur tangan manusia sehingga mengakibatkan hujan asam.
Peternakan juga telah menjadi penyebab utama dari kerusakan tanah dan polusi air. Saat ini peternakan menggunakan 30 persen dari permukaan tanah di Bumi, dan bahkan lebih banyak lahan serta air yang digunakan untuk menanam makanan ternak.
Menurut laporan Bapak Steinfeld, pengarang senior dari Organisasi Pangan dan Pertanian, Dampak Buruk yang Lama dari Peternakan - Isu dan Pilihan Lingkungan (Livestock's Long Shadow-Environmental Issues and Options), peternakan adalah "penggerak utama dari penebangan hutan .... kira-kira 70 persen dari bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak.
Selain itu, ladang pakan ternak telah menurunkan mutu tanah. Kira-kira 20 persen dari padang rumput turun mutunya karena pemeliharaan ternak yang berlebihan, pemadatan, dan erosi. Peternakan juga bertanggung jawab atas konsumsi dan polusi air yang sangat banyak. Di Amerika Serikat sendiri, trilyunan galon air irigasi digunakan untuk menanam pakan ternak setiap tahunnya. Sekitar 85 persen dari sumber air bersih di Amerika Serikat digunakan untuk itu. Ternak juga menimbulkan limbah biologi berlebihan bagi ekosistem.
Konsumsi air untuk menghasilkan satu kilo makanan dalam pertanian pakan ternak di Amerika Serikat
1 kg daging Air (liter)
Daging sapi 1.000.000
Babi 3.260
Ayam 12.665
Kedelai 2.000
Beras 1.912
Kentang 500
Gandum 200
Slada 180
Selain kerusakan terhadap lingkungan dan ekosistem, tidak sulit untuk menghitung bahwa industri ternak sama sekali tidak hemat energi. Industri ternak memerlukan energi yang berlimpah untuk mengubah ternak menjadi daging di atas meja makan orang. Untuk memproduksi satu kilogram daging, telah menghasilkan emisi karbon dioksida sebanyak 36,4 kilo. Sedangkan untuk memproduksi satu kalori protein, kita hanya memerlukan dua kalori bahan bakar fosil untuk menghasilkan kacang kedelai, tiga kalori untuk jagung dan gandum; akan tetapi memerlukan 54 kalori energi minyak tanah untuk protein daging sapi! Itu berarti kita telah memboroskan bahan bakar fosil 27 kali lebih banyak hanya untuk membuat sebuah hamburger daripada konsumsi yang diperlukan untuk membuat hamburger dari kacang kedelai!
Dengan menggabungkan biaya energi, konsumsi air, penggunaan lahan, polusi lingkungan, kerusakan ekosistem, tidaklah mengherankan jika satu orang berdiet daging dapat memberi makan 15 orang berdiet tumbuh-tumbuhan atau lebih. Marilah sekarang kita membahas apa saja yang menjadi sumber gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Anda mungkin penasaran bagian mana dari sektor peternakan yang menyumbang emisi gas rumah kaca. Berikut garis besarnya menurut FAO:
1. Emisi karbon dari pembuatan pakan ternak
a. Penggunaan bahan bakar fosil dalam pembuatan pupuk menyumbang 41 juta ton CO2 setiap tahunnya
b. Penggunaan bahan bakar fosil di peternakan menyumbang 90 juta ton CO2 per tahunnya (misal diesel atau LPG)
c. Alih fungsi lahan yang digunakan untuk peternakan menyumbang 2,4 milyar ton CO2 per tahunnya, termasuk di sini lahan yang diubah untuk merumput ternak, lahan yang diubah untuk menanam kacang kedelai sebagai makanan ternak, atau pembukaan hutan untuk lahan peternakan
d. Karbon yang terlepas dari pengolahan tanah pertanian untuk pakan ternak (misal jagung, gandum, atau kacang kedelai) dapat mencapai 28 juta CO2 per tahunnya. Perlu Anda ketahui, setidaknya 80% panen kacang kedelai dan 50% panen jagung di dunia digunakan sebagai makanan ternak.7
e. Karbon yang terlepas dari padang rumput karena terkikis menjadi gurun menyumbang 100 juta ton CO2 per tahunnya
2. Emisi karbon dari sistem pencernaan hewan
a. Metana yang dilepaskan dalam proses pencernaan hewan dapat mencapai 86 juta ton per tahunnya.
b. Metana yang terlepas dari pupuk kotoran hewan dapat mencapai 18 juta ton per tahunnya.
3. Emisi karbon dari pengolahan dan pengangkutan daging hewan ternak ke konsumen
a. Emisi CO2 dari pengolahan daging dapat mencapai puluhan juta ton per tahun.
b. Emisi CO2 dari pengangkutan produk hewan ternak dapat mencapai lebih dari 0,8 juta ton per tahun.
Dari uraian di atas, Anda bisa melihat besaran sumbangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari tiap komponen sektor peternakan. Di Australia, emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan lebih besar dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam kurun waktu 20 tahun, sektor peternakan Australia menyumbang 3 juta ton metana setiap tahun (setara dengan 216 juta ton CO2), sedangkan sektor pembangkit listrik tenaga batu bara menyumbang 180 juta ton CO2 per tahunnya.
Tahun lalu, penyelidik dari Departemen Sains Geofisika (Department of Geophysical Sciences) Universitas Chicago, Gidon Eshel dan Pamela Martin, juga menyingkap hubungan antara produksi makanan dan masalah lingkungan. Mereka mengukur jumlah gas rumah kaca yang disebabkan oleh daging merah, ikan, unggas, susu, dan telur, serta membandingkan jumlah tersebut dengan seorang yang berdiet vegan.
Mereka menemukan bahwa jika diet standar Amerika beralih ke diet tumbuh-tumbuhan, maka akan dapat mencegah satu setengah ton emisi gas rumah kaca ektra per orang per tahun. Kontrasnya, beralih dari sebuah sedan standar seperti Toyota Camry ke sebuah Toyota Prius hibrida menghemat kurang lebih satu ton emisi CO2.
• Dampak pemanasan global
Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
1. Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini)[29]. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
3. Peningkatan permukaan laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21. Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai. Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
4. Suhu global cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
5. Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
• Dampak sosial dan politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change)yang bis berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu). Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
• Pengendalian pemanasan global
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan.
Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin. Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Menghilangkan karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbon dioksida sama sekali.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global. diakses 20 Februari 2010 (11:21)
MAKALAH
KIMIA LINGKUNGAN
PENCEMARAN ORGANOKLORIN
Diajukan pada seminar mata kuliah Kimia Lingkungan / HLKK 206
Tanggal, 22 Februari 2010
Oleh :
KELOMPOK 11
Dosen Pembimbing :
NOPI STIYATI PRIHATINI, S.Si, M.T
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN
2010
MAKALAH
KIMIA LINGKUNGAN
PENCEMARAN ORGANOKLORIN
Dosen Pembimbing
NOPI STIYATI PRIHATINI, S.Si, M.T
OLEH :
Anshari Agus Framana | H1E 109044 |
Hijratus Syaripah | H1E 109011 |
Janette Debora Toewan | H1E 109059 |
Muhammad Ajrin | H1E 109066 |
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN
2010
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya sehingga makalah “Pencemaran Organoklorin” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini tersusun serta diajukkan pada seminar mata kuliah Kimia Lingkungan / HLKK 206.
Tak lupa ucapan terimakasih saya sampaikan kepada dosen pengajar mata kuliah Kimia Lingkungan / HLKK 206, rekan-rekan serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril dalam terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh sempurna, baik dalam penguasaan materi maupun tata bahasa penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Banjarbaru, Februari 2010 Penulis, Kelompok 11
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. ....... 1
1.2 Tujuan Penulisan .............................................................................. ....... 1
1.3 Batasan Masalah .............................................................................. ....... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. ORGANOCHLORINE
2.1 Ciri-ciri Fisik .................................................................................... ....... 2
2.2 Keberadaan Alami ........................................................................... ....... 2
2.3 Reaksi ............................................................................................... ....... 4
2.4 Aplikasi ............................................................................................ ....... 4
2.5 Toksisitas .......................................................................................... ....... 5
B. PENCEMARAN ORGANOCHLORINE
Pencemaran Organoklorin di Laut ................................................................. 8
Organoklorin pada Bulu Walet Sarang Putih ................................................ 9
Organoklorin dan Kanker Payudara ............................................................ 10
Pencemaran Senyawa Organoklorin Jenis PCBs dan DDT ......................... 13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................... ..... 17
3.2 Saran ................................................................................................ ..... 17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... ..... 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kontaminasi organochlorine universal telah terlibat dalam regional dan global epidemi penyakit pada manusia dan satwa liar, termasuk gangguan reproduksi, pengembangan, fungsi kekebalan dan perilaku. Inilah memperkuat fakta bahwa organoklorin menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Pestisida organoklorin telah menyebabkan masalah yang serius karena kestabilan kimianya yang tinggi. Sebagian organoklorin sukar diuraikan, lantas mengakibatkan masalah pencemaran dan penumpukan dalam sistem akuatik, rantai makanan dan manusia.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Memberikan penyampaian tentang Organoklorin.
2. Memahami lebih dalam tentang pengertian, ciri-ciri, struktur aplikasi, tingkat ketoksisitasannya, serta pengaruhnya terhadap kesehatan dan lingkungan.
1.3 Batasan Masalah
Agar penulisan ini lebih terarah dan memberikan pembahasan yang lebih rinci maka dibuat batasan studi yang tidak mengurangi sasaran studi. Batasan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Pengertian umum Organoklorin.
2. Tingkat ketoksisitasan Organoklorin.
3. Sejarah perkembangan Organoklorin sejak awal muculnya sampai dihentikannya produksi Organoklorin.
4. Dampaknya terhadap kesehatan Manusia dan pencemaran Lingkungan.
5. Pencemaran Senyawa Organoklorin Jenis PCBs dan DDT.
BAB II
A. ORGANOCHLORINE
Sebuah organochloride, organochlorine, chlorocarbon, diklorinasi hidrokarbon, atau diklorinasi pelarut adalah senyawa organik yang mengandung setidaknya satu kovalen klorin atom. Struktural lebar mereka beragam dan berbeda sifat kimia mengarah ke berbagai aplikasi. Banyak derivatif yang kontroversial karena efek dari senyawa ini pada lingkungan.
2.1 CIRI – CIRI FISIK
Klorida substituen memodifikasi sifat fisik senyawa organik dalam beberapa cara. Mereka biasanya lebih padat daripada air karena kehadiran atom tinggi klorin. Substituen klorida interaksi antarmolekul menyebabkan lebih kuat dari hidrogen substituen. Efek ini diilustrasikan oleh tren dalam titik didih: metana (-161,6° C), metil klorida (-24,2° C), diklorometana (40° C), kloroform (61.2° C), dan karbon tetraklorida (76,72° C). Peningkatan interaksi antarmolekul tersebut diberikan untuk efek kedua van der Waals dan polaritas.
2.2 KEBERADAAN ALAMI
Meskipun jarang terjadi dibandingkan dengan non-halogen senyawa organik, banyak organochlorine senyawa telah diisolasi dari sumber alami mulai dari bakteri ke manusia. Diklorinasi senyawa organik dapat ditemukan di hampir setiap kelas dari biomolekul termasuk alkaloid, terpene, asam amino, flavonoid, steroid, dan asam lemak.
Organochlorides, termasuk dioxin, yang dihasilkan dalam lingkungan suhu tinggi kebakaran hutan, dan dioksin telah ditemukan dalam abu diawetkan memicu petir-api yang ada sebelum sintetis dioksin. Selain itu, berbagai hidrokarbon diklorinasi sederhana termasuk diklorometana, kloroform, dan karbon tetraklorida telah diisolasi dari ganggang laut.
Sebagian besar dari chloromethane dalam lingkungan yang diproduksi secara alami oleh dekomposisi biologis, kebakaran hutan, dan gunung berapi. Alam organochloride epibatidine, sebuah alkaloid terisolasi dari pohon katak, telah ampuh analgesik efek dan telah mendorong penelitian menjadi obat penghilang rasa sakit baru.
DARI KLORIN
Alkana dan arylalkanes dapat diklorinasi di bawah kondisi radikal bebas, dengan sinar UV. Namun, tingkat klorinasi sulit dikendalikan. Aril klorida dapat disiapkan oleh Friedel-Crafts halogenation, menggunakan klorin dan asam Lewis katalis. Haloform reaksi, menggunakan klorin dan natrium hidroksida, juga mampu menghasilkan bentuk alkil halida metil keton, dan senyawa terkait. Kloroform demikian dihasilkan sebelumnya. Klorin menambah beberapa obligasi pada alkena dan alkuna juga, memberi di-atau tetra-chloro senyawa.
a) REAKSI DENGAN HIDROGEN KLORIDA
Alkena bereaksi dengan hidrogen klorida untuk memberikan alkil klorida:
Alkohol sekunder dan tersier bereaksi dengan reagen Lucas (seng klorida dalam konsentrasi asam klorida) untuk memberikan sesuai alkil halida; reaksi ini metode untuk mengklasifikasikan alkohol:
b) DARI AGEN KLOR LAIN
Alkil klorida yang paling mudah disiapkan oleh alkohol bereaksi dengan klorida thionyl (), fosfor triklorida (), dan fosfor pentaklorida ():
Di laboratorium, terutama thionyl klorida nyaman, karena merupakan produk samping gas atau, reaksi Appel:
2.3 REAKSI
Alkil klorida adalah gedung serbaguna blok dalam kimia organik. Sementara alkil bromida dan iodida lebih reaktif, alkil klorida cenderung lebih murah dan lebih mudah tersedia. Alkil klorida mudah mengalami serangan oleh nukleofil.
Pemanasan alkil halida dengan natrium hidroksida atau air memberikan alkohol. Reaksi dengan alkoxides atau aroxides memberikan eter dalam sintesis eter Williamson; reaksi dengan thiols memberikan thioethers. Alkil klorida mudah bereaksi dengan amina untuk memberikan diganti amina. Alkil klorida diganti oleh halida lebih lembut seperti iodida dalam reaksi Finkelstein. Reaksi dengan pseudohalida seperti azida, sianida, dan tiosianat yang mungkin juga. Dengan keberadaan basa kuat, alkil klorida mengalami dehydrohalogenation untuk memberikan alkena atau alkuna.
Alkil klorida bereaksi dengan magnesium untuk memberikan reagen Grignard, mengubah sebuah elektrofilik senyawa menjadi nukleofilik senyawa. Para Reaksi Wurtz pasangan reductively dua alkil halida untuk pasangan dengan natrium.
2.4 APLIKASI
· Vinil klorid
Penerapan terbesar adalah organochlorine kimia produksi vinil klorida, pendahulu PVC. Dengan produksi tahunan pada tahun 1985 sekitar 13 miliar kilogram, hampir semua yang diubah menjadi polyvinylchloride.
· Chloromethanes
Kebanyakan berat molekul rendah diklorinasi hidrokarbon seperti kloroform, diklorometana, dichloroethene, dan trichloroethane berguna pelarut. Pelarut ini cenderung relatif non-polar; mereka sehingga tidak bercampur dengan air dan efektif dalam aplikasi seperti membersihkan degreasing dan dry cleaning. Beberapa miliar kilogram methanes diklorinasi diproduksi setiap tahun, terutama oleh klorinasi metana:
Yang paling penting adalah diklorometana, yang terutama digunakan sebagai pelarut. Chloromethane adalah pendahulu untuk chlorosilanes dan Silikon. Historis signifikan, namun dalam skala yang lebih kecil adalah kloroform, terutama yang pendahulu chlorodifluoromethane () dan tetrafluoroethene yang digunakan dalam pembuatan Teflon.
· Pestisida
Banyak pestisida mengandung klorin. Contoh terkenal termasuk DDT, dicofol, heptachlor, endosulfan, Chlordane, aldrin, dieldrin, endrin, mirex, dan pentachlorophenol. Ini dapat berupa hidrofilik atau hidrofobik tergantung pada struktur molekul mereka. Banyak dari agen ini telah dilarang di berbagai negara, misalnya mirex, aldrin.
Poliklorinasi bifenil (PCB) yang umum digunakan sekali insulator listrik dan agen perpindahan panas. Mereka menggunakan secara umum telah dihapus karena masalah kesehatan. PCB digantikan oleh polybrominated difenil eter (), yang membawa racun yang serupa dan bioaccumulation keprihatinan.
2.5 TOKSISITAS
Beberapa jenis toksisitas organochlorides telah signifikan untuk tanaman atau hewan, termasuk manusia. Dioxin, bahan organik dihasilkan ketika dibakar di hadapan klorin, dan beberapa insektisida seperti DDT adalah polutan organik yang menimbulkan bahaya ketika mereka dilepaskan ke lingkungan. Sebagai contoh, DDT, yang secara luas digunakan untuk mengendalikan serangga di pertengahan abad ke-20, juga terakumulasi dalam rantai makanan perairan. Karena tubuh tidak dapat memecah atau buang itu, dan kalsium mengganggu metabolisme pada burung, ada parah penurunan populasi beberapa burung pemangsa.
Ketika diklorinasi pelarut, seperti karbon tetraklorida, tidak dibuang dengan benar, mereka menumpuk di tanah. Beberapa sangat reaktif organochlorides seperti phosgene bahkan telah digunakan sebagai agen perang kimia.
Namun, keberadaan klorin dalam senyawa organik tidak menjamin toksisitas. Banyak organochlorides cukup aman untuk dikonsumsi dalam makanan dan obat-obatan. Misalnya, kacang polong dan kacang-kacangan luas berisi hormon tanaman diklorinasi alam 4-chloroindole-3-asam asetat (4-Cl-IAA); dan pemanis sucralose (Splenda) secara luas digunakan dalam produk makanan. Sejak 2004, sedikitnya ada 165 organochlorides disetujui di seluruh dunia untuk digunakan sebagai obat-obatan farmasi, termasuk antibiotik alami vankomisin, yang antihistamin loratadine (Claritin), antidepresi sertraline (Zoloft), anti-epilepsi lamotrigine (lamictal), dan inhalasi anestesi isoflurane.
Rachel Carson membawa isu toksisitas pestisida DDT kesadaran publik dengan buku 1962 Silent Spring. Meskipun banyak negara telah dihapus penggunaan beberapa jenis organochlorides seperti larangan AS DDT, gigih DDT, PCB, dan lain residu terus organochloride ditemukan pada manusia dan mamalia di seluruh planet bertahun-tahun setelah produksi dan penggunaan telah terbatas . Di Arktik daerah, khususnya tingkat tinggi ditemukan di mamalia laut. Bahan kimia ini berkonsentrasi pada mamalia, dan bahkan ditemukan dalam air susu manusia. Laki-laki biasanya memiliki tingkat jauh lebih tinggi, sebagai perempuan mengurangi konsentrasi dengan transfer ke keturunannya melalui menyusui.
Organoklorin merupakan bahan kimia yang mengandung karbon dan klorin. Banyak organoklorin yang berbahaya karena mereka tidak rusak dengan mudah. Ini berarti mereka tinggal di lingkungan dan tubuh kita untuk waktu yang lama. Mereka dapat terkonsentrasi dalam rantai makanan sehingga hewan-hewan di bagian atas rantai makanan, seperti manusia, akan memiliki tingkat tertinggi. Ada 12 organoklorin terdaftar sebagai POP (bertahan polutan organik).
Organoklorin adalah membentuk uap dan dapat dibawa oleh udara untuk jarak jauh. Akhirnya, mereka mengembun dan didepositkan di daratan atau dilarutkan dalam air. Contoh pestisida organoklorin yang sering digunakan dalam kehidupan;
· Aldrin
· Dieldrin dicofol
· Endosulfan
· Endrin chlordane
· DDT
· Heptaklor
· Lindane
· Benzane hexacloride (BHC)
Contoh di atas dapat digolongkan sebagai senyawa aktif yang terkandung pada jenis-jenis pestisida organoklorin dengan toksisitas yang berbeda. Sedangkan sifat umumnya adalah kelarutan rendah dalam air, lipofilitas tinggi, persisten dalam lingkungan alamiah, terbioakumulasi dalam makhluk hidup dan terbiomagnifikasi melalui rantai makanan. Berdasarkan Toksisitasnya dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Sangat toksik : aldrin, endosulfan, dieldrin
2. toksik sederhana : Clordane, DDT,lindane, heptaklor
3. kurang toksik : Benzane hexacloride (BHC)
Organoklorin yang telah digunakan termasuk dioxin, poliklorinasi bifenil (PCB), pentachlorophenol (PCP), dieldrin dan dichloro-diphenil-trichloroethane (DDT). PCB dan PCP bersifat racun dalam hak mereka sendiri tetapi keduanya juga mengandung dioksin.
Organoklorin telah digunakan sebagai insektisida seperti domba dieldrin mencelupkan, PCP telah digunakan dalam merawat kayu, dan semprotan DDT telah digunakan di lahan pertanian dan di rumah. Penggunaan pestisida organochlorine dibatasi oleh serangkaian undang-undang sehingga, pada pertengahan 1970-an, mereka tidak sedang digunakan dalam pertanian dan hortikultura.
Dioxin adalah organochlorine namun tidak dibuat sebagai adalah PCB, PCP, dieldrin dan DDT. Hal ini dihasilkan ketika bahan organik dibakar di hadapan klorin. Pembakaran limbah, klorin pemutihan pulp dan kertas, dan beberapa proses industri semua dapat menciptakan dioksin dalam jumlah kecil. Mereka mungkin juga dapat terbentuk dari sumber-sumber alam seperti kebakaran hutan.
Kebanyakan dioksin melarikan diri ke lingkungan dari emisi udara. Dioksin dapat tinggal di udara untuk waktu yang lama dan dibawa jarak yang sangat jauh sebelum menetap di tanah atau air. Jika dioksin pastoral menetap di tanah, mereka mungkin diambil oleh binatang pemakan rumput dan hewan yang tersimpan dalam daging dan susu. Dioxin juga dapat memasukkan sungai kami, danau dan muara di limbah lucutan, di mana mereka dapat diambil oleh ikan dan kerang. Lebih dari 90 persen terpapar dioksin kita berasal dari makan daging, produk susu dan ikan. Bayi juga dapat terpapar dioxin yang telah terkumpul di dalam air susu ibu.
Pencemaran Organoklorin di Laut
Laut mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam, selain kandungan hayati lautnya, laut juga memiliki kekayaan bahan non-organik seperti mineral-mineral, minyak bumi dan bahan-bahan tambang lainnya. Bahan-bahan tersebut terbentuk melalui proses geologi, fisika, kimia dan biologi yang tidak hanya terjadi di lautan, tetapi juga melibatkan daratan. Misalnya, material letusan gunung berapi yang terjatuh sampai di laut, atau kikisan material dari darat yang terbawa oleh air sungai. Dengan demikian, mineral-mineral di lautan memiliki distribusi yang luas.
Terjadinya pencemaran di laut tidak lepas dari masuknya mineral – mineral yang terbawa melaluai run off atau aliran sungai yang membawa berbagai macam logam berat. Ancaman juga datang dari pencemaran limbah industri, terutama logam dan senyawa organoklorin. Dua jenis bahan berbahaya ini mengakibatkan terjadinya akumulasi (penumpukan kandungan) logam berat padang melalui proses yang disebut magnifikasi biologis. Persis seperti penumpukan kandungan merkuri yang menimpa kerang.
Organoklorin Pada Bulu Walet Sarang Putih
Hasil penelitian di Yogjakarta mengenai kandungan organoklorin pada sampel berupa bulu walet sarang putih menunjukkan bahwa 10% sampel (n=10) mengandung heptaklor dan 40% sampel (n=10) mengandung pp-DDD. Kandungan heptaklor pada bulu walet sarang putih berkisar antara 0 sampai 0,5855 ppm dan pp-DDD berkisar antara 0 sampai 0,0929 ppm.
Heptaklor yang terdapat pada bulu walet sarang putih adalah epoxide heptaklor yang terakumulasi dalam jaringan lemak pada ikan dan burung, bahkan dapat ditemukan pula pada hati, otot dan telur burung. Selain heptaklor, pada bulu mengandung pp-DDD (hasil degradasi yang diturunkan dari dehidroklorinasi biologis dan deklorinasi reduktif DDT) (Connell & Miller (1995). Senyawa pp-DDD bersifat stabil dan aktif secara biologis.
Variasi jenis dan jumlah organoklorin pada bulu walet sarang putih disebabkan karena dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah perbedaan daerah jelajah masing-masing walet sarang putih yang ditangkap. Menurut Mardiastuti et.al., (1998), daerah jelajah walet sarang putih berkisar antara 25 sampai 40 km. Dengan demikian, semakin jauh daerah jelajah walet sarang putih maka kemungkinan mengalami kontak dengan insektisida semakin besar.
Kemungkinan kedua adalah perbedaan usia masing-masing walet sarang putih yang ditangkap. Hal ini terlihat pada variasi ukuran tubuh walet sarang putih saat pengamatan di lapangan dan variasi berat sampel bulu walet sarang putih yang ditangkap. Rata-rata ketahanan hidup walet sarang putih adalah 14 tahun (variasi 10 sampai 20 tahun), sedangkan daya tahan insektisida organoklorin pada jaringan hewan berkisar antara 3 sampai 5 tahun dan kemudian akan terus mengalami transformasi di dalam jaringan hewan dalam waktu 5 tahun (Hassal, 1990 ; Connell & Miller, 1995). Dengan demikian, semakin besar usia walet sarang putih maka kemungkinan akumulasi insektisida organoklorin dalam tubuhnya semakin tinggi.
Kandungan pp-DDD pada bulu walet dimungkinkan karena masih digunakan DDT. Penggunaan DDT dilarang oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 1973 (Untung, 1993), namun dijelaskan oleh Anonim (2000) dan Kusno (1994) bahwa DDT masih dianjurkan penggunaannya di sektor kesehatan hingga tahun 2000 untuk mengendalikan nyamuk malaria. Alasan larangan tersebut adalah karena sifat persistensinya yang sangat lama di tanah maupun di jaringan tanaman dan jaringan hewan. Hal tersebut dijelaskan Untung (1993) bahwa kurun waktu 17 tahun residu DDT dalam tanah masih 39%.
Selain DDT, sejak tahun 1990 penggunaan heptaklor dilarang oleh Pemerintah Indonesia (Untung 1993 ; Anonim 2001a), sedangkan oleh Pemerintah Amerika Serikat heptaklor dilarang sejak tahun 1983 (Peterle, 1991).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran kandungan heptaklor pada bulu walet sarang putih antara 0 sampai 0,5855 ppm dan pp-DDD antara 0 sampai 0,0929 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 0,5855 mg heptaklor dalam 1 kg bulu walet sarang putih dan 0,0929 mg pp-DDD dalam 1 kg bulu walet sarang putih.
Organoklorin dan Kanker Payudara \
Beberapa baris bukti menunjukkan bahwa organoklorin berkontribusi terhadap kanker payudara di populasi umum. Bukti eksperimental. Ratusan organoklorin telah terbukti menyebabkan kanker pada hewan laboratorium dan / atau manusia. Dari ribuan yang belum diuji, setidaknya beberapa kemungkinan besar akan berubah menjadi karsinogenik.
Setidaknya 16 organoklorin atau kelompok organoklorin telah ditemukan secara khusus menyebabkan kanker payudara di laboratorium hewan, walaupun hanya sedikit telah diuji untuk efek ini. Beberapa adalah pestisida, seperti DDT, aldrin, dieldrin, dan Chlordane-yang telah dibatasi tetapi tetap Common kontaminan lingkungan hidup dan masih digunakan di negara-negara lain. Tapi organoklorin lain diidentifikasi sebagai karsinogen mammae masih umum digunakan, termasuk yang berikut:
§ Atrazine: salah satu yang paling banyak digunakan herbisida di Amerika Utara dan Eropa dan kontaminan yang sangat umum air tanah dan air permukaan;
§ Vinyl chloride, ethylene dichloride, dan vinyledene klorida: bahan baku untuk plastik Common polyvinyl chloride (PVC, atau vinil) dan polyvinylidene klorida (Saran wrap);
§ Metilena klorida: pelarut yang umum dan cat-penari telanjang;
§ Dichlorobenzidines, dichloropropane dan Trichloro-propana: intermediet yang digunakan dalam industri kimia untuk memproduksi pewarna dan bahan kimia lainnya.
Sebagian besar organoklorin belum diuji untuk membuktikan besar pengaruhnya terhadap kanker payudara, tetapi kemungkinan bahwa beberapa di antaranya, khususnya mereka yang secara struktural atau toxicologically serupa dengan yang sudah diidentifikasi sebagai karsinogen mammae, ternyata akan menyebabkan efek yang sama.
· Mekanisme biologis. Penelitian terbaru perilaku organoklorin dalam tubuh menunjukkan bagaimana bahan kimia ini dapat berkontribusi untuk kanker payudara pada manusia. Organoklorin telah terbukti menimbulkan mutasi genetik, menekan sistem kekebalan tubuh, dan mengganggu kontrol alami tubuh pada pertumbuhan sel dan replikasi. Beberapa organoklorin yang dikenal sebagai "hormon aktif": mereka meniru atau sebaliknya mengganggu tindakan alami alami tubuh hormon seks, termasuk estrogen. Karena estrogen adalah faktor risiko untuk kanker payudara, zat kimia yang bertindak seperti estrogen juga cenderung meningkatkan risiko penyakit. Paparan bahan kimia ini selama masa dewasa dapat menyebabkan estrogen-seperti efek dan mempromosikan kanker payudara. Dan dalam rahim paparan hormon bahan kimia aktif seumur hidup dapat menyebabkan perubahan dalam sistem endokrin yang dapat menyebabkan risiko kanker payudara bertahun-tahun kemudian.
· Kanker payudara pada wanita dengan eksposur yang tinggi. Perempuan terpapar lebih tinggi dari tingkat normal sintetis kimia-termasuk organoklorin-telah ditemukan memiliki tingkat tinggi secara signifikan kanker payudara. Kelompok-kelompok ini termasuk wanita pekerja industri kimia terpapar dioxin, perempuan yang tinggal di dekat lokasi limbah berbahaya, wanita ahli kimia, dan perempuan pekerja terkena diklorinasi dan non-diklorinasi pelarut.
· Studi jaringan. Penelitian baru yang penting terhubung organoklorin risiko kanker payudara di kalangan wanita dari populasi umum-mereka yang tidak biasa eksposur kimia. Beberapa studi telah menemukan hubungan antara tingkat organoklorin tertentu dalam darah wanita, lemak, atau jaringan payudara dan risiko kanker payudara. Perempuan dengan konsentrasi tertinggi organochlorine tertentu pestisida dalam tubuh mereka telah ditemukan memiliki risiko kanker payudara 4-10 kali lebih tinggi daripada perempuan dengan tingkat yang lebih rendah. Jika penelitian masa depan menegaskan bahwa efek dari bahan kimia ini memang yang kuat, organoklorin akan menjadi di antara yang paling penting faktor risiko kanker payudara yang pernah diidentifikasi.
· Kasus Israel. Di Israel, kebijakan nasional untuk melarang organoklorin tampaknya telah membantu mengurangi tingkat kanker payudara. Hingga pertengahan 1970-an, baik tingkat kanker payudara dan tingkat kontaminasi oleh beberapa organochlorine pestisida termasuk di antara yang paling tinggi di dunia. Setelah tahap yang agresif-program dari orang-orang kimia, tingkat kontaminasi jatuh ke tingkat yang ditemukan di negara-negara lain, dan kanker payudara kematian segera diikuti, jatuh ke tingkat yang sama dengan yang di negara-negara lain. Penurunan ini, yang disebarkan di seluruh kelompok usia dalam "dosis-respons" pola, adalah terutama penting, mengingat peningkatan pesat kanker payudara yang terjadi di negara-negara lain selama periode yang sama. Selanjutnya, semua makanan dan faktor risiko reproduksi di Israel benar-benar semakin memburuk selama periode yang bersangkutan.
· Terkait efek pada orang dan satwa liar. Bukti yang muncul menyangkut kontaminasi organochlorine global dalam array efek kesehatan lain di antara manusia dan satwa liar. Saat ini tingkat kontaminan dalam kisaran di mana gangguan hormonal dan efek lain diketahui terjadi. Paparan senyawa ini telah dikaitkan dengan ketidaksuburan, kegagalan reproduksi, gangguan perkembangan, penekanan kekebalan tubuh, dan kemungkinan kanker lainnya kanker testis-terutama-di kalangan mamalia laut, spesies lain ikan dan satwa liar, dan manusia. Jika tingkat lingkungan organoklorin yang cukup tinggi untuk menyebabkan efek ini, adalah masuk akal bahwa mereka juga cukup tinggi menyebabkan kanker payudara.
· Kecenderungan di tingkat insiden kanker payudara konsisten dengan meningkatnya kontaminasi oleh organoklorin. Negara-negara industri, dengan lebih parah polusi, juga cenderung memiliki kanker payudara lebih tinggi daripada kurang tingkat negara-negara industri.
a. Bahan pencemar senyawa organoklorin jenis PCBs
Polikhorobiphenil (PCB) adalah suatu senyawa suatu senyawa organoklorin yang mempunyai sifat racun yang sama dengan peptisida dan mempunyai sifat yang persisten atau sukar di pecah dialam di alam.
Ciri-ciri PCBs sebagai berikut; dapat berbentuk cairan atau padat, tidak berwarna dan kuning muda. Disamping itu PCBs mudah menguap dan mungkin hadir sebagai uap air di udara dan tidak diketahui bau maupun rasanya. PCBs yang masuk ke lingkungan adalah dalam bentuk gabungan komponen individu chlorinated biphenyl, yang dikenal sebagai congener-congener artinya sama dengan tidak murni.
Menyadari pentingnya air sebagai media pembawa utama bahan-bahan kimia, maka OEDC kelompok expert untuk degradation dan accumulation mengrekomendasikan penggunaan ikan sebagai representative dari spesies hewan uji bioconcentration (Geyer et al.,1985).
Seperti sudah dijelaskan bahwa, untuk mengevaluasi potensial karakter PCBs di lingkungan serta senyawa-senyawa lainnya, yaitu dengan menggunakan karakteristik physicochemicalnya. Oleh karena kapasitas suatu bahan kimia untuk bioakumulasi secara umum tergantung pada besarnya konsekwensinya di lingkungan. Senyawa organochlorine seperti PCB, DDT dan BHC, merupakan bahan-bahan kimia yang lipophilic, sangat terkenal terakumulasi dalam jaringan tubuh hewan darat maupun air.
b. Bahan pencemar senyawa organoklorin jenis DDT
DDT (1,1,1- Tricloro-2,2-bis(clhorophenil)etane) merupakan insektisida sintetis khususnya dibidang pertanian. Sifatnya yang sangat berbahaya di lingkungan dan tahan lama di alam, maka senyawa ini di larang penggunaaannya. Tetapi penggunaannya masih terbatas hanya sebagai obat untuk nyamuk malaria diberbagai negara. DDT dapat mencapai ekosistem pesisir laut melalai berbagai rute seperti penggunaan secara langsung di permukaan air, kemudian secara tidak langsung melalui proses deposisi udara dari proses penguapan atau penguapan yang sudah mengendap di tanah, tanaman dan permukaan air, (Preston 1989).
Disamping itu sifat - sifat fisika dan kimia seperti daya larut yang rendah dalam air menyebabkan senyawa DDT mudah terikat dalam sedimen dasar dan terakumulasi dalam jaringan organisme.
Transportasi materi merupakan faktor penting keberadaan DDT di lingkungan dan hampir sebagian besar terdeposisi dan menghasilkan variabilitas konsentrasi DDT dan derivativennya di sediment, (Ouyang et al 2003;Hartwell, 2008). Berbagai sirkulasi air seperti aliran sungai dan arus pasang surut dapat mempengaruhi sebaran deposit yang dapat ditujukan oleh berbagai variasi komposisi ukuran sediment. Hal ini di sebabkan oleh fraksi halus sedimen umumnya memiliki residen time yang relatif lama di bandingkan dengan fraksi kasar seperti pasir.
Keberadaan DDT sangat umum di temukan di lingkungan perairan termasuk sedimen. Secara keseluruhan informasi diatas memberikan indikasi bahwa konsentrasi DDE lebih tinggi dari pada DDD yang berarti perubahan cenderung dalam kondisi aerobic.
c. Bioremediasi lingkungan tercemar pestisida
Dalam pengelolaannya, ketika pencemaran pestisida sudah terlanjur terjadi, alternatif pengolahan tanah terkontaminasi pestisida dapat dilakukan dengan pendekatan biologis (bioremediasi). Secara teknis perkembangan bioremediasi pestisida juga terkendala dengan kurang efektifnya agent biologis mendegradasi pestisida sebagai akibat dari ketersediaan biologis (bioavaibility) pestisida didalam tanah terbatas sehingga membatasi keberhasilan mikroba melakukan kontak dan mengurai pestisida target. Guna memperbaiki performa bioremediasi pestisida, keberhasilan proses yang berlangsung dapat tergantung pada :
1. Ketersediaan mikroorganisme agen bioremediasi,
2. Kondisi optimal bagi pertumbuhan dan aktifitas agen mikroba, dan
3. Peningkatan bioavaibilitas pestisida di tanah.
d. Mikroorganisme agent
Jenis jenis mikroorganisme lain yang sudah banyak diidentifikasi sebagai agent bioremediasi pestisida adalah Phanerochaete, Nocardia, Pseudomonas, Alcaligenes, Acinetobacter, dan Burkholderia. Dalam riset riset bioremediasi pestisida Phanerochaete chrysosporium dikenal mampu mendegradasi ragam pestisida seperti DDT, DDE, PCB, Chlordane, Lindane, Aldrine, Dieldrine dan lain sebagainya. Kendatipun tidak selalu ditemui disetiap jenis tanah dan tempat (kayu atau pohon yang lembab).
e. Peningkatan ketersediaan biologis pestisida di tanah.
Peran rumput laut dan/atau limbah hasil olahan rumput laut dalam kajian bioremediasi pestisida adalah sebagai penyumbang ion Na+ yang ditenggarai dapat meningkatkan dispersi tanah, kedua adanya senyawa senyawa organik terlarut pada rumput laut dapat meningkatkan kelarutan dari pestisida sehingga lebih dapat terakses oleh agent mikroba dan terakhir adanya kandungan asam alginit dan manitol yang dapat berperan sebagai agen pengikat (chelating) serta penggembur tanah. Penambahan rumput laut ataupun limbah rumput laut dalam proses bioremediasi tanah terkontaminasi pestisida dapat merubah sifat dari tanah. Rumput Laut dapat membantu penurunan konsentrasi pestisida (e.g. DDT) melalui mekanisme pelepasan ion ion anorganik seperti Na+, Ca+, Mg+, dan K+ dan material organik terlarut yang keluar dari ekstrak rumput laut (Kantachote et al., 2004).
Pestisida biasanya terikat dengan ikatan ikatan kimia dengan senyawa humus (humic substances) terlarut sehingga bioavaibilitasnya menjadi rendah. Lebih lanjut, peningkatan kation (ion ion bermuatan positif, +) anorganik dapat menyebabkan peningkatan ikatan ion ion pada tanah yang menyebabkan cross-linking material material humus dengan pestisida tergantikan oleh kation kation tadi setelah didahului dengan kondensasi humus. Hal tersebut dapat meningkatkan ketersediaan DDT secara biologis dalam tanah untuk dapat termanfaatkan atau paling tidak terlibatkan didalam suatu reaksi dimana agen biologis mikroorganisme aktif. Peningkatan degradasi pestisida dapat terjadi secara aerobik (adanya oksigen) dan anerobik (tidak adanya oksigen).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang dapat ditarik sebelumnya serta melihat dari tujuan awal penulisan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dari penulisan makalah “Pencemaran Organoklorin” ini, yaitu :
§ Keberadaan organoklorin dapat menimbulkan bahaya serius terhadap kesehatan dan lingkungan.
§ Sebuah fase-keluar dari produksi, penggunaan dan pembuangan bahan kimia tersebut ke lingkungan harus dimulai segera.
§ Sebuah kebijakan kesehatan publik yang menekankan pencegahan penyakit harus mengarah pada kebijakan lingkungan yang melarang pembuangan lingkungan menyebabkan penyakit-bahan kimia, terutama organoklorin.
3.2 Saran
Mengingat kondisi yang ada saat ini, dimana seringkali kita menemukan masalah-masalah terhadap penggunaan Organoklorin yang menimbulkan dampak pada kesehatan manusia sampai pada pencemaran lingkungan, maka penulis menyarankan :
§ Perlunya kesadaran diri dari masing-masing individu untuk lebih meningkatkan pengetahuannya akan penggunaan Organoklorin.
§ Pemerintah harus membatasi dengan tegas produksi serta penggunaan Organoklorin
§ Berusaha mengimbangi produksi bahan alami tanpa mengenyampingkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Wikipedia Terjemahan Google. 2009, 29 Oktober. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Organochloride, http://en.wikipedia.org/wiki/Organochloride, www.googletranslate.com. Diakses tanggal 17 Februari 2010
Anonim. The Alliance For A Clean Environment. 1993. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.acereport.org/chlorine.html&prev=/translate_s%3Fhl%3Did%26q%3Dpencemaran%2Borganoklorin%26tq%3Dorganochlorines%2Bpollution%26sl%3Did%26tl%3Den%26start%3D20, http://www.acereport.org/chlorine.html, www.googletranslate.com. Diakses 19 Februari 2010.
Siahaan, N.H.T, 1989a, Pencemaran Laut dan kerugian yang Ditimbulkan (I), dalam Harian Angkatan Bersenjata, Jakarta: 8 Juni 1989, www.google.com. Diakses tanggal 19 Februari 2010.
Pramudianto, Bambang, 1999, Sosialisasi PP No.19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut, Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut, Bandung: Jurusan Teknologi Lingkungan ITB, www.google.com. Diakses tanggal 19 Februari 2010.
NK Ferdy. 2009. Pencemaran Senyawa Organoklorin Jenis PCBs dan DDT di Laut. http://blogkesayangan.blogspot.com/2010/02/pencemaran-senyawa-organoklorin-jenis.html/ . www.google.com. Diakses tanggal 20 Februari 2010.