Aku

Photobucket
Selamat Datang di Hana Envo

Jumat, 12 Maret 2010

Kebijakan Menteri Lingkungan Hidup

Tugas 4 Kimlink oleh

Hijratus Syaripah

H1E109011

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

NOMOR 2 TAHUN 2006

TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN

PENCEMARAN AIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

Menimbang :

a. bahwa air sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, perlu dikelola dan dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat sebagai sumber dan penunjang kehidupan;

b. bahwa dalam upaya menjaga kualitas air agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, perlu dikelola dan ditanggulangi kerusakannya melalui pengelolaan dan pengendalian pencemaran air;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomar 15 Tahun 1956 jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang TataPengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 mNomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3445)

11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3838);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3952 );

13. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4161 );

14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2000 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 Nomor 13);

15. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 Nomor 14);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

dan

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

SELATAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.

2. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.

3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur

penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

4. Bupati adalah Bupati se-Kalimantan Selatan.

5. Walikota adalah Walikota se-Kalimantan Selatan.

6. Instansi yang membidangi Lingkungan Hidup adalah Perangkat Daerah Provinsi

Kalimantan Selatan yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian lingkungan

hidup.

7. Air adalah semua air yang terdapat di atas, dan di bawah permukaan tanah, kecuali

air, laut dan air fosil.

8. Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan

atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun

sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan

peruntukannya.

9. Sumber Air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,

termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan

muara.

10. Pengelolaan Kualitas Air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam

kondisi alamiahnya.

11. Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur, dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Perundangundangan yang berlaku.

12. Kelas Air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak, untuk dimanfaatkan

bagi peruntukan tertentu.

13. Kriteria Mutu Air adalah tolak ukur mutu air untuk setiap kelas air.

14. Status Mutu Air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar

atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu, dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.

15. Mutu Air Sasaran adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dan atau upaya lainnya dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

16. Daya Tampung Beban Pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,

untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar.

17. Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan.

18. Air Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.

19. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi,

atau komponen yang ada bagi zat atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.

20. Limbah Cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha dan atau

kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan.

21. Limbah Rumah Tangga adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan dari rumah tangga.

22. Instalasi Pengolah Air Limbah yang selanjutnya disebut IPAL adalah instalasi

pengolah air limbah yang berfungsi untuk mengolah air limbah-limbah cair yang

diharapkan menghasilkan effluent sesuai dengan baku mutu air yang diizinkan.

BAB II

WEWENANG

Pasal 2

(1) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :

a. mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota;

b. menyusun rencana pendayagunaan air sesuai fungsi ekonomis, ekologis, nilainilai

agama dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat;

c. merencanakan potensi pemanfaatan air, pencadangan air berdasarkan

ketersediaannya baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis;

(2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :

a. sumber air lintas Kabupaten / Kota;

b. menetapkan daya tampung beban pencemaran;

c. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran;

d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah untuk aplikasi pada tanah;

e. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;

f. memantau kualitas air pada sumber air;

g. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 3

Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang berhak :

a. mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik;

b. mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta

pengendalian pencemaran air;

c. berperan serta dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

Pasal 4

Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang wajib :

a. mencegah dan mengendalikan terjadinya pencemaran air;

b. memulihkan kualitas air akibat pencemaran;

c. melakukan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya air.

Pasal 5

Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan wajib memberikan informasi yang

benar dan akurat mengenai pelaksanaan pengelolaan kualiatas air dan pengendalian

pencemaran air.

Pasal 6

Pemerintah Daerah wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

BAB IV

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI

Pasal 7

Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi sumber air, Gubernur melalui instansi terkait menetapkan pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber

pencemaran.

Pasal 8

(1) Hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disampaikan kepada Gubernur paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.

(2) Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menetapkan pedoman pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

BAB V

PENGELOLAAN KUALITAS AIR

Bagian Pertama

Klasifikasi Mutu Air

Pasal 9

(1) Klasifikasi Mutu Air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana / sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan dengan kegunaan tersebut;

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

(2) Kriteria mutu air dari tiap kelas peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundangundangan.

Pasal 10

(1) Peruntukan air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,

digunakan sebagai dasar untuk penetapan baku mutu air dengan prioritas

pemanfaatan :

a. air minum;

b. air untuk kebutuhan rumah tangga;

c. air untuk peternakan, pertanian, dan perkebunan;

d. air untuk industri;

e. air untuk irigasi;

f. air untuk pertambangan;

g. air untuk usaha perkotaan;

h. air untuk kepentingan lainnya.

(2) Urutan peruntukan pemanfaatan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

berubah dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan kondisi setempat.

Bagian Kedua

Baku Mutu Air

Pasal 11

(1) Air pada semua mata air dan pada sumber air yang berada pada kawasan lindung,

harus dilindungi mutunya agar tidak menurun kualitasnya yang disebabkan oleh kegiatan manusia.

(2) Kriteria mutu air sesuai rencana pendayagunaan air didasarkan pada hasil

pengkajian peruntukan air.

(3) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada pedoman yang

ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Pemantauna Kualitas Air

Pasal 12

Pemantauan kualitas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah

Kabupaten / Kota dalam satu Provinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi dan

dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota.

Bagian Keempat

Status Mutu Air

Pasal 13

(1) Status mutu air ditentukan dengan cara membandingkan mutu air dengan baku mutu

air.

(2) Status mutu air dinyatakan :

a. cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;

b. baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.

(3) Tingkat status mutu air dilakukan dengan perhitungan tertentu yang ditetapkan

sesuai Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Kelima

Pengujian Kualitas Air

Pasal 14

(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah di akreditasi untuk

melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian

pencemaran air.

(2) Pengujian kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara

periodik dan terus-menerus serta pada kondisi tertentu.

(3) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk menteri.

Pasal 15

Gubernur menetapkan laboratoriumrujukan di tingkat Provinsi untuk melakukan analisis

mutu air dan mutu air limbah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.

BAB VI

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Bagian Pertama

Perlindungan Kualitas Air

Pasal 16

(1) Perlindungan kualitas air dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas air dan sumber

air terhadap kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan alam.

(2) Perlindungan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh

instansi yang berwenang.

Bagian Kedua

Pencegahan Pencemaran Air

Pasal 17

Pencegahan pencemaran air merupakan upaya untukmenjaga agar kualitas air pada

sumber air tetap dapat dipertahankansesuai baku mutu air yang ditetapkan dan atau upaya

peningkatan mutu air pada sumber air.

Bagian Ketiga

Penanggulangan Pencemaran Air

Pasal 18

Penanggulangan pencemaran air dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya pencemaran pada sumber air melalui pengendalian debit air pada sumber air dan melokalisasi sumber pencemaran pada sumber air.

Bagian Keempat

Pemulihan Kualitas Air

Pasal 19

(1) Pemulihan kualitas air merupakan upaya mengembalikan atau meningkatkan mutu

air sesuai mutu air sebelum terjadinya pencemaran pada sumber air.

(2) Kegiatan pemulihan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

melalui :

a. pengendalian debit pada sumber air;

b. penggelontoran;

c. pembersihan sumber air dan lingkungan sekitarnya.

Bagian Kelima

Daya Tampung Beban Pencemaran Air

Pasal 20

(1) Gubernur sesuai kewenangannya menetapkan daya tampung pencemaran pada sumber air.

(2) Penetapan daya tampung dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dana, sumber daya manusia, ilmu pengetahuan serta teknologi.

(3) Daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.

(4) Dalam hal daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum ditetapkan sesuai ketentuan pada ayat (3), penentuan persyaratan pembuangan air limbah ke sumber air ditetapkan berdasarkan baku mutu air yang telah ditetapkan pada sumber air yang bersangkutan.

Bagian Keenam

Baku Mutu Air Limbah

Pasal 21

(1) Dalam rangka pengamanan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air agar

tidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu air limbah.

(2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 22

(1) Masuknya suatu unsur pencemaran ke dalam sumber-sumber air yang tidak jelas

tempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu air limbah, dikendalikan pada faktor penyebabnya.

(2) Perhitungan beban pencemaran masing-masing kegiatan ditentukan dengan mengukur kadar parameter pencemar dan volume air limbah yang bersangkutan.

Bagian Ketujuh

Baku Mutu Air Sasaran

Pasal 23

(1) Dalam rangka peningkatan mutu air pada sumber air perlu ditetapkan baku mutu air

sasaran.

(2) Baku mutu air sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan agar mutu air pada sumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya.

(3) Peningkatan mutu air sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terus

ditingkatkan secara terhadap sampai mencapai kualitas baku mutu yang baik.

BAB VII

PERSYARATAN PERIZINAN

Pasal 24

(1) Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan air limbah ke sumber-sumber

air yang melintasi Kabupaten / Kota dan berpotensi menimbulkan dampak pada sumber air harus mendapat izin dari Bupati / Walikota setelah berkoordinasi dengan Gubernur.

(2) Syarat-syarat perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. peta lokasi pembuangan air limbah skala 1 : 5.000;

b. membuat bangunan saluran pembuangan air limbah melalui IPAL, sarana bak kontrol untuk memudahkan;

c. konstruksi bangunan dan saluran pembuangan air limbah wajib mengikuti petunjuk teknis yang diberikan oleh Instansi Teknis;

d. mengolah limbah cair sampai kepada batas syarat baku mutu yang telah ditentukan, sebelum dibuang ke sumber-sumber air;

e. memberikan izin kepada pengawas untuk memasuki lingkungan usaha atau kegiatan dalam melaksanakan tugasnya guna memeriksa peralatan pengolah limbah beserta kelengkapannya;

f. wajib menyampaikan laporan kepada Gubernur melalui Kepala Bapedalda tentang mutu limbah cair setiap 1 (satu) bulan sekali dari hasil laboratorium lingkungan yang ditunjuk;

g. menanggung biaya pengambilan contoh dan pemeriksaan kualitas mutu air limbah yang dilakukan oleh pengawas secara berkala serta biaya penanggulangan dan pemulihan yang disebabkan oleh pencemaran air akibat usaha / kegiatannya;

h. persyaratan khusus yang ditetapkan untuk masing-masing usaha kegiatan yang membuang air limbah ke sumber-sumber air atau media lingkungan lainnya.

(3) Bupati / Walikota dapat menetapkan persyaratan lain yang sesuai dengan

kewenangannya.

BAB VIII

PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMANTAUAN

Bagian Pertama Pembinaan

Pasal 25

(1) Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan kepada

penanggungjawab usaha atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

(2) Pemerintah Provinsi melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.

(3) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dapat dilakukan dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.

(4) Pembangunan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat

dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Pengawasan dan Pemantauan

Pasal 26

(1) Gubernur melakukan pengawasan dan pemantauan mutu air pada sumber air dan

sumber pencemaran.

(2) Dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Gubernur dapat menunjuk instansi yang tugas dan fungsinya membidangi masalah lingkungan hidup atau pengendalian dampak lingkungan.

(3) Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pemantauan melibatkan Pemerintah Kabupaten / Kota, dan instansi

terkait lainnya.

Pasal 27

Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan pada sumber air sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26 ayat (1), dilakukan oleh instansi terkait meliputi :

a. pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air;

b. pengumpulan dan evaluasi data yang berhubungan dengan pencemaran air;

c. evaluasi laporan tentang pembuangan air limbah dan analisisnya yang dilakukan oleh

penanggungjawab kegiatan;

d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.

Pasal 28

Pelaksana tugas pengawasan dan pemantauan kualitas air limbah pada sumber

pencemaran, dilakukan oleh instansi terkait sesuai kewenangannya meliputi :

a. memeriksa kondisi peralatan pengolahan dan atau peralatan lain yang diperlukan

untuk mencegah pencemaran lingkungan ;

b. mengambil contoh air limbah pada sumber pencemaran ;

c. meminta keterangan yang diperlukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas air

limbah yang dibuang termasuk proses pengolahannya ;

d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.

BAB IX

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 29

(1) Setiap orang mempunyai peran yang sama untuk mendapatkan air dengan tetap

memperhatikan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian.

(2) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air dan mencegah serta

menanggulangi pencemaran air.

(3) Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upaya peningkatan mutu air pada sumber-sumber air dengan penyampaian informasi dan memberikan saran dan atau pendapat.

BAB X

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 30

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan dalam 20 dan Pasal 21, Gubernur berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.

BAB XI

PEMBIAYAAN

Pasal 31

(1) Pembiayaan pengendalian pencemaran air dan sumber-sumber air akibat usaha dan atau kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan.

(2) Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan dimaksud pada ayat (1) diatur

oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

(3) Dalam keadaan force majeure, Pemerintah Daerah dapat menyediakan pembiayaan

untuk penanggulangannya sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.

BAB XII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 32

Barang siapa melakukan kegiatan dan atau tindakan yang mengakibatkan pencemaran

dan atau kerusakan lingkungan hidup, dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

BAB XIV

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 33

Pemerintah Provinsi dapat menetapkan Peraturan Daerah Provinsi untuk mengatur :

a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota ;

b. baku mutu air yang lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);

c. baku mutu air limbah daerah, dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu

limbah nasional.

BAB XV

KETENTUAN PEMELIHARAAN

Pasal 34

(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati / Walikota.

(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air dari Bupati / Walikota.

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35

Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 36

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

Ditetapkan di Banjarmasin

Pada tanggal : 15 Maret 2006

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

H . RUDY ARIFFIN

Diundangkan di Banjarmasin

Pada tanggal 15 Maret 2006

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI

KALIMANTAN SELATAN,

H. M. MUCHLIS GAFURI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2006

NOMOR 2 SERI E NOMOR SERI 1

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

I. UMUM

Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Agar air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan maka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air di Provinsi Kalimantan Selatan menjadi hal yang

sangat penting.

Kegiatan pembangunan yang makin meningkat membawa dampak terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi kehidupan tidak dapat mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini juga berpengaruh terhadap keberadaan sumber daya air dengan menurunnya mutu air sebagai akibat terjadinya pencemaran air oleh adanya usaha atau kegiatan pembangunan yang membuang limbah cairnya ke sumbersumber air. Pencemaran lingkungan dan atau pencemaran air pada akhirnya akan menjadi beban masyarakat banyak atau merupakan beban sosial, yang nantinya masyarakat dan pemerintah pula harus menanggung beban pemulihannya. Keadaan ini mendorong diperlukannya upaya pengendalian pencemaran air, sehingga resiko yang diterima dapat ditekan sekecil mungkin.

Upaya pengendalian pencemaran air tidak dapat dilepaskan dari tindakan pengawasan dan pematuhan agar ketentuan-ketentuan yang telah diatur bisa ditaati. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum yan mengatur, dimana dicantumkan secara tegas kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha / kegiatan sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam ikut memelihara kelestarian sumber-sumber air, sesuai dengan tanggungjawabnya.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Yang dimaksud dengan pengelolaan kualitas air adalah pengelolaan kualitas air yang dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap

dalam kondisi alamiahnya yang dilakukan pada :

a. sumber air yang terdapat didalam hutan lindung ;

b. mata air yang terdapat diluar hutan lindung ;

c. akuifer air tanah dalam.

Yang dimaksud dengan pengendalian pencemaran air adalah pengendalian pencemaran air yang dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penaggulangan pencematan air serta pemulihan kulalitas air yang dilakukan diluar :

a. sumber air yang terdapat didalam hutan lindung ;

b. mata air yang terdapat diluar hutan lundung ;

c. akuifer air tanah dalam.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Dalam pengendalian, selain melibatkan instansi terkait dapat pula melibatkan masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan, Perusahaan Daerah Air Minum, dan konsultan masalah air.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Pengambilan contoh untuk kepentingan pengusaha, biayanya dibebankan kepada pengusaha yang bersangkutan dan dibayarkan ke laboratorium. Apabila hasilnya meragukan instansi yang berwenang yang mengendalikan dampak lingkungan dapat melakukan pengambilan contoh sendiri dengan biaya APBD.

Huruf g

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas.

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Dalam pengawasa dan pemantauan, disamping instansi-instansi terkait juga melibatkan masyarakat khususnya yang tergabung dalam LSM lingkungan hidup.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Pengambilan contoh untuk kepentingan pengusaha biayanya dibebankan kepada pengusaha yang bersangkutan dan dibayarkan ke laboratorium. Apabila hasil tersebut meragukan, instansi yang berwenang yang mengendalikan dampak lingkungan dapat melakukan pengambilan contoh sendiri dengan biaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang bersangkutan force majeure adalah suatu keadaan terpaksa

(darurat).

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar